BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Tak ada yang tahu nama Raden Mas Tirto Adhi Soerjo selama puluhan tahun. Dan tak yang mengenang nama tersebut.
Barulah pada tahun 1956, Pramoedya Anants Toer yang meneliti sejarah zaman permulaan nasionalisme Indonesia, Pram menemukan fakta tentang Tirto.
Menurut Pram, Tirto adalah pemula pers bumiputra. Tirto telah mulai mengkritisi bobroknya pemerintah kolonial Belanda sejak tahun 1900-an awal.
Melalui surat kabar miliknya, Medan Prijaji dan Soeloeh Keadilan, Tirto selalu membela ‘yang terperintah’ terhadap ‘yang memerintah’.
Akibat tulisannya, Tirto sempat diasingkan dua kali oleh pemerintah kolonial Belanda. Pertama, Tirto diasingkan ke Teluk Betung, Lampung pada tahun 1909, dan Pulau Bacan pada tahun 1912.
Setelah kembali ke Batavia, Tirto menanggung banyak tuduhan, dan mendapatkan diskriminasi. Lalu, dia dijadikan bak tahanan rumah di salah satu kamar Hotel Medan Prijaji jalan Kramat Raya, Batavia.
Tahun 1918, Tirto akhirnya meninggal dunia di kamar tahannya. Tirto meninggal sendirian dalam usia yang masih muda, 38 tahun.
7 Desember 1918, iringan kecil mengantarkan Tirto ke peristirahatan terakhirnya di Manggadua, Batavia. Namanya lantas lenyap.
Hingga akhirnya, berkat penelitian Pram, Tirto diangkat sebagai Bapak Pers Nasional, dan kemudian diberikan gelar Pahlawan Nasional. (bpc2)