Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, pada Rabu, 2 April 2025, mengumumkan kebijakan kenaikan tarif impor. Tarif yang diberlakukan menjadi paling tinggi selama masa jabatannya.
Dia mengklaim langkah ini harus dilakukan AS untuk menciptakan lebih banyak lapangan kerja dengan upah layak bagi warga AS.
Dalam kebijakan ini, semua negara akan dikenakan tarif dasar sebesar 10%. Sementara beberapa negara, termasuk Jepang, akan menghadapi tarif tambahan yang jauh lebih tinggi, hingga 24%.
Dilansir dari laman Kyodo News, dalam pernyataannya di Gedung Putih, Trump menyebut kebijakan tersebut sebagai “Hari Pembebasan” bagi Amerika Serikat.
“…yang telah ‘dijarah dan dirampok’ oleh negara-negara lain selama beberapa dekade, baik kawan maupun lawan,” katanya.
Trump menyatakan tarif dasar sebesar 10% akan diterapkan pada semua barang impor.
Sementara tarif tambahan diberlakukan secara khusus terhadap negara-negara yang dianggap sebagai “pelanggar terburuk” dalam hubungan perdagangan dengan AS.
Negara-negara tersebut antara lain Cina, Uni Eropa, India, Jepang, Taiwan, Thailand, Korea Selatan, dan Vietnam.
Berdasarkan dokumen resmi, tarif tambahan yang dikenakan adalah sebagai berikut; Vietnam sebesar 46%, Thailand 36%, Cina 34%, Taiwan 32%, India 26%, Korea Selatan 25%, dan Uni Eropa 20%. Jepang dikenai tarif tambahan sebesar 24%.
Trump menyebut defisit perdagangan AS yang mencapai rekor sebesar US$1,2 triliun tahun lalu, serta merosotnya industri manufaktur sebagai “darurat nasional”.
Dia menuduh negara-negara mitra dagang menciptakan hambatan yang tidak adil bagi produk AS, termasuk hambatan non-tarif seperti regulasi, standar keamanan, dan subsidi domestik.
Meski begitu, tarif baru ini tidak akan ditambahkan ke bea impor yang sudah ada, seperti pada produk mobil, baja, dan aluminium.
Misalnya, tarif impor mobil penumpang sebesar 27,5% yang diumumkan pekan lalu tetap berlaku dan akan mulai efektif pada Kamis, 3 April.
Lalu, tarif dasar 10% akan berlaku mulai Sabtu, 5 April, sedangkan tarif tambahan per negara akan diterapkan pada 9 April mendatang dan menyasar sekitar 60 mitra dagang AS.
Trump mengeklaim bahwa tarif-tarif tersebut bersifat “resiprokal”, yakni sekitar setengah dari tarif dan hambatan perdagangan yang diterapkan oleh negara-negara mitra terhadap produk AS.
Namun, belum jelas bagaimana pemerintahannya menghitung besaran tarif tersebut.
Secara khusus, Trump menuding Jepang mengenakan tarif rata-rata 46% terhadap produk AS, terutama mobil.
Padahal kenyataannya, Jepang tidak memberlakukan tarif pada mobil, truk, atau bus impor.

Kebijakan tarif baru ini menuai kekhawatiran dari para ekonom yang menilai langkah tersebut dapat memicu inflasi, memanaskan kembali perang dagang, dan mengguncang ekonomi global.
Sebelumnya, Trump telah mewacanakan tarif universal hingga 20% untuk semua produk impor selama kampanye pilpres.
Dia juga berencana menerapkan tarif resiprokal untuk menyamai tarif yang dikenakan negara lain terhadap produk AS.
Sejak kembali menjabat untuk masa jabatan kedua lebih dari dua bulan lalu, Trump telah meluncurkan berbagai kebijakan tarif, termasuk tambahan 25% untuk mobil buatan luar negeri dan tarif serupa untuk baja dan aluminium.
Adapun Kanada dan Meksiko tidak dikenakan tarif baru karena terikat perjanjian perdagangan bebas dengan AS.
Namun, tarif 25% terhadap sebagian besar produk dari kedua negara tersebut kembali diberlakukan setelah sempat ditangguhkan selama sebulan.
Pemerintah menyatakan hal ini dilakukan karena kedua negara dianggap belum cukup serius dalam menekan penyelundupan narkoba ilegal, termasuk fentanyl, ke AS.
Trump menandatangani perintah eksekutif yang menyebut tarif-tarif tersebut akan tetap berlaku hingga ada langkah nyata dari Kanada dan Meksiko untuk menghentikan perdagangan narkoba dan arus migrasi ilegal ke AS.***