BERTUAHPOS — Surplus neraca perdagangan Indonesia pada Maret 2025 diperkirakan menyempit dibanding bulan sebelumnya. Prediksi tersebut terungkap dari jajak pendapat Reuters terhadap sejumlah ekonom.
Hal ini didorong oleh potensi penurunan ekspor dan lonjakan impor yang biasa terjadi menjelang perayaan Idul Fitri, di mana konsumsi dalam negeri meningkat signifikan.
Sejak pertengahan 2020, Indonesia secara konsisten mencatat surplus perdagangan bulanan, terutama berkat ekspor komoditas unggulan seperti batu bara, minyak sawit, dan karet. Namun, tren tersebut diperkirakan akan melambat pada Maret.
Dalam survei yang dilakukan Reuters pada 14–17 April terhadap delapan ekonom, median perkiraan menunjukkan surplus dagang Indonesia menyusut menjadi sekitar USD2,64 miliar.
“Angka ini lebih rendah dibandingkan capaian surplus Februari yang tercatat sebesar USD3,12 miliar,” bunyi hasil laporan survei itu, sebagaimana dikutip Bertuahpos, dari laman ipotnews, Kamis, 17 April 2025.
Adapun penurunan surplus ini dipicu oleh potensi kontraksi pada ekspor yang diprediksi turun 3,4% secara tahunan (year-on-year), setelah sebelumnya tumbuh 14,05% pada Februari.
Sementara itu, impor diperkirakan mengalami lonjakan tajam sebesar 6,6%, jauh di atas pertumbuhan impor Februari yang hanya 2,3%.
Analis menilai peningkatan aktivitas konsumsi menjelang Idul Fitri menjadi faktor utama kenaikan impor. Barang konsumsi, termasuk makanan dan produk elektronik, biasanya mengalami lonjakan permintaan pada periode ini.
Di sisi lain, para ekonom juga mengingatkan adanya risiko jangka menengah yang dapat membayangi kinerja perdagangan Indonesia. Salah satunya adalah kebijakan tarif baru dari Amerika Serikat yang saat ini tengah dalam masa jeda 90 hari.
Jika kebijakan tersebut diberlakukan secara permanen, maka ekspor Indonesia berpotensi terganggu, terutama ke pasar utama seperti AS.
Kinerja ekspor yang melemah dan lonjakan impor ini dapat menjadi sinyal bagi pemerintah untuk lebih mewaspadai tekanan eksternal dan menjaga keseimbangan neraca perdagangan. Selain itu, diversifikasi pasar dan peningkatan daya saing produk ekspor dinilai penting guna mempertahankan posisi surplus di tengah gejolak global.***