Akhir-akhir ini, tepatnya diawal pemerintahan Gubernur dan Wakil Gubernur Riau, Abdul Wahid – SF Hariyanto, kita disuguhkan dengan informasi mengenai defisit APBD Riau dalam rancangan APBD 2025. Tidak tanggung-tanggung angkanya mencapai Rp2,2 triliun. Angka itu setara dengan 23,9% terhadap total proyeksi pendapatan 2025 yaitu Rp9,2 triliun.
Meskipun suguhan informasi defisit APBD ini kerap disampaikan oleh Gubernur Riau pada setiap kesempatan forum pemerintah dan forum publik.
Namun masih menimbulkan pertanyaan, apa penyebab dari defisit itu? Bagaimana tata kelola sebenarnya? Bahkan dari sisi jumlah angka defisitnya juga belum begitu jelas. Oleh karenanya bagi Publik sebenarnya mengenai defisit anggaran ini masih “buram” informasinya,
Bahkan dalam satu Forum Konsultasi Publik Ranwal RPJMD, Gubernur Riau menyatakan keheranannya terhadap kondisi keuangan dan masih bingung mengapa kondisi tersebut dapat terjadi.
Pertanyaan tersebut menurut saya ambigu. Mestinya situasi tersebut (jika benar-benar ada defisit anggaran) sudah diketahui penyebab masalah itu terjadi, dimana kesalahannya, serta apa rencana yang sudah matang yang akan dilakukan.
Mari kita urai satu persatu Buramnya Informasi Defisit APBD Riau.
“Buramnya” informasi defisit APBD, salah satunya adalah publik tidak diberikan informasi yang jelas secara resmi dari pemerintah angka sementara realisasi APBD 2024 yang berkontribusi besar terhadap Defisit APBD 2025.
Informasi yang beredar hanya ada pengeluaran sebesar Rp2,2 triliun tahun 2024 yang belum dibayar, atau istilahnya tunda bayar. Namun tidak ada informasi jelas jenis-jenis belanja tunda bayar apa saja tahun 2024? apakah belanja modal? belanja pegawai? atau belanja barang dan jasa? atau belanja lainnya?
Sejauh ini telah beredar informasi mengenai pos-pos tunda bayar tahun 2024 untuk kegiatan OPD sebesar Rp. 915 Milyar. tetapi hanya berdasarkan OPD. Sementara informasi itu juga bukan publikasi resmi pemerintah mengenai informasi kondisi keuangan daerah.
Informasi yang tidak detail mengenai belanja apa saja yang mengalami tunda bayar tahun 2024 di hampir seluruh OPD, tentu membingungkan publik. Apakah kegiatan yang telah direalisasikan dan tunda bayar ini untuk keperluan apa? apakah kegiatan yang sifatnya mendesak untuk dilaksanakan tahun 2024, meskipun tidak ada dana yang disiapkan?.
“Buramnya” informasi selanjutnya adalah mengenai penyebab dari tunda bayar 2024. Memang, logikanya defisit anggaran dan tunda bayar terjadi ketika belanja yang dilaksanakan (mesti belum dibayar) melebihi dari ketersediaan uang yang ada di kas daerah. Pertanyaan adalah berapa angka sementara realisasi pendapatan daerah tahun 2024? berapa persen dari target yang ditetapkan dalam APBD tahun 2024?.
Jika merujuk pada perubahan APBD tahun 2024 dan Perubahan Penjabaran APBD yang ditetapkan pada 16 Oktober 2024, Pendapatan daerah provinsi Riau adalah sebesar Rp11,12 triliun, angka ini dinaikkan 10,5% atau sebesar Rp1,05 triliun dari rencana pendapatan sebelumnya pada APBD Murni yaitu Rp10,06 triliun. Sedangkan Belanja Daerahnya ditetapkan Rp11,19 triliun, meningkat Rp170 Miliar dari rencana di APBD Murni 2024.
Dari angka-angka yang telah ditargetkan dalam APBD tersebut, hingga saat ini belum jelas berapa realisasi pendapatan daerah Riau tahun 2024 hingga 31 Desember? dan berapa pengeluaran baik yang telah selesai pembayaran maupun yang belum selesai pembayaran?
Informasi ini sama sekali tidak dijelaskan kepada publik. Ya, memang saat ini belum ada audit, tetapi angka sementara mestinya sudah bisa keluar untuk menguatkan statement yang selama ini disuguhkan Gubernur kepada Publik.
“Buram informasi” selanjutnya adalah penyebab mengapa tunda bayar dengan angka fantastis terjadi?
Jika merujuk data riel time realisasi keuangan daerah yang dipublikasi oleh Kementerian Keuangan, hingga Oktober 2024, realisasi keuangan daerah masih stabil, realisasi pendapatan daerah yang diterima dan tambah jumlah SiLPA tahun 2024, dengan jumlah belanja yang direalisasikan masih Surplus. Karena tahun 2023, berdasarkan LHP BPK terdapat SILPA tahun 2023 sebesar Rp574,7 miliar
Sementara saat ini kita disuguhkan informasi bahwa terjadi defisit dan tunda bayar mencapai Rp2,2 triliun? Bagaimana bisa terjadi? bagaimana kinerja pengendali keuangan daerah saat itu? mengapa bisa OPD merealisasikan kegiatan tidak terkontrol? bagaimana tugas BPKAD, Tugas TAPD pada saat itu? Informasi ini juga tidak tersaji dengan jelas kepada publik?
Berdasarkan informasi yang beredar, ada Rp915 milyar kegiatan di 34 OPD dari 37 OPD yang di Provinsi Riau Rp857 miliar ada di 6 OPD yaitu PUPR, Pendidikan, Kesehatan, Rumah Sakit, BPKAD, dan Sekretariaat Daerah. Sedangkan sisanya Rp58, 9 miliar ada di 28 OPD.
Pertanyaanya pos jenis belanja apa yang yang tunda bayar itu? Seperti misalnya Secretariat Daerah ada tunda bayar sebesar Rp72,7 miliar. jenis belanja apakah ini? Informasi-informasi ini juga tidak jelas alias buram.
Buramnya informasi ini tentu berdampak terhadap banyak hal. salah satunya adalah kepercayaan publik, publik tentu tidak bisa percaya begitu saja dengan informasi yang tidak kurang jelas atau samar-samar. Dampak lainnya adalah, Kebingungan gubernur untuk mengambil langkah mengatasi masalah ini. seperti yang diungkapkan tempo lalu Gubernur Pusing Tujuh Keliling melihat kondisi keuangan daerah. Padahal informasinya kurang jelas.
Untuk mengurai ini, tentu sebagai Gubernur Baru perlu mendalami semua aspek yang menyebabkan defisit dan kurang bayar APBD ini. Ini juga sebagai langkah untuk mengevaluasi bagaimana kinerja para pimpinan-pinpinan OPD yang memiliki peran penting terhadap situasi ini. Seperti BPKAD, Bappenda, Bappeda, dan OPD terkait lainnya, yang mestinya menjadi pengendali atas pengelolaan keuangan daerah dan menjaga stabilitas keuangan.
Komitmen Gubernur Riau perbaikan tata kelola pemerintahan, birokrasi dan keuangan tentu harus diapresiasi. Tetapi ini menjadi momentum untuk mewujudkan komitmen tersebut.
Memberikan informasi kepada publik jangan tanggung-tanggung, apa lagi menyangkut keuangan daerah. Keterbukaan informasi adalah kunci untuk meningkatkan kepercayaan publik kepada pemerintah khususnya kepada Gubernur Riau.***
Penulis: Triono Hadi, M.Sos | Pengamat Kebijakan Anggaran. Jabatan saat ini Dewan Nasional Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra).