BERTUAHPOS.COM — Gubernur Riau, Abdul Wahid, mengaku terbebani dengan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025 yang mencapai Rp3 triliun lebih. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp2,2 triliun nilai untuk tunda bayar, sedangkan Rp1 triliun lebih adalah defisit.
Wahid mengungkapkan kekecewaannya atas situasi ini. Dia mengaku merasa sangat terbebani hingga mengalami sulit tidur dalam beberapa hari terakhir. “Belum pernah dalam sejarah Provinsi Riau mengalami tunda bayar sebesar ini. Kepala saya pusing tujuh keliling memikirkan jalan keluarnya,” ujar Wahid.
Salah satu opsi yang tengah dipertimbangkan pemerintah daerah untuk mengatasi krisis ini adalah pemangkasan Tunjangan Penghasilan Pegawai (TPP). Tidak hanya berlaku bagi pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemprov Riau, potensi pemotongan ini juga menyasar TPP guru. Anggaran yang dipotong nantinya akan dialihkan untuk menutupi defisit APBD.
Pemerintah Provinsi Riau kini tengah mencari solusi agar dampak dari defisit ini tidak semakin meluas dan menghambat pelayanan publik. Namun, rencana pemangkasan TPP diperkirakan akan menuai pro dan kontra, terutama di kalangan aparatur sipil negara (ASN) dan tenaga pendidik.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau menilai persoalan defisit tidak hanya terjadi di Riau. Tetapi hampir merata di seluruh daerah, seperti di Provinsi Sumatera Utara, Banten bahkan sampai ke tingkat nasional juga terjadi defisit.
Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Riau, Indra Gunawan Eet, menegaskan bahwa defisit APBD yang terjadi di Riau disebabkan oleh faktor teknis. Menurutnya, persoalan ini tidak perlu dipelintir dengan narasi yang tidak berkaitan. Yang terpenting adalah mencari solusi agar pelayanan publik dan pembangunan infrastruktur tetap berjalan maksimal.
“Persoalan defisit ini sudah kami bahas di Banggar bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Ini bukan hanya terjadi di Riau, tetapi juga di banyak daerah lain. Kita harus mencari solusi, bukan berkeluh kesah atau mencari kambing hitam,” ujar mantan Ketua DPRD Riau itu.
Eet menjelaskan, salah satu faktor penyebab defisit dan tunda bayar adalah perencanaan pendapatan yang meleset dari target. Pendapatan yang tidak tercapai berdampak pada berbagai sektor. Selain itu, keterlambatan Dana Bagi Hasil (DBH) dan tunda salur dari pemerintah pusat ke daerah juga menjadi kendala. Begitu pula dengan belum maksimalnya realisasi dana Participating Interest (PI).
Dia juga menyoroti bahwa pembahasan dan pengesahan APBD 2025 dilakukan di masa kepemimpinan Pj Gubernur Rahman Hadi dan Pj Sekdaprov Taufik OH, bukan di era SF Hariyanto. Oleh karena itu, ia mengajak semua pihak untuk berfokus pada solusi, bukan mencari siapa yang salah.
Terkait rencana pemotongan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) yang menuai reaksi dari ASN, Eet menilai langkah tersebut bukan solusi terbaik. Ia juga yakin Wagub SF Hariyanto tidak akan menyetujui pemotongan TPP, mengingat kenaikan TPP terjadi saat dirinya menjabat sebagai Sekdaprov Riau.
Lebih lanjut, Eet mengimbau masyarakat agar tidak mudah terpengaruh oleh narasi provokatif di media sosial yang memelintir pernyataan Gubernur Riau. Ia menduga ada pihak-pihak tertentu yang mengaitkan isu ini dengan agenda politik, seperti Musda Golkar yang akan datang.
“Saya yakin masyarakat sudah cerdas dan tidak akan terpengaruh oleh opini menyesatkan. Kita harus memberi kesempatan kepada pemimpin daerah untuk bekerja dan bersinergi demi kesejahteraan masyarakat Riau,” katanya.***