BERTUAHPOS.COM — Sistem Coretax gagal berfungsi secara optimal. DPR dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sepakat untuk mengaktifkan kembali sistem lama, DJP Online, guna memastikan layanan perpajakan tetap berjalan lancar.
Sistem Coretax sebelumnya digadang-gadang menjadi “tulang punggung baru” dalam administrasi perpajakan. Sistem ini menelan dana investasi sebesar Rp1,3 triliun. Namun bermasalah. Bahkan terancam dianggap gagal. Dalam kasus ini, Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, berpotensi menghadapi sanksi akibat kegagalan sistem yang seharusnya meningkatkan efisiensi dan penerimaan pajak negara.
Direktur Kebijakan Publik Center of Economics and Law Studies (Celios), Media Wahyudi Askar, menilai kegagalan Coretax bisa berujung pada sanksi administrasi bagi Dirjen Pajak. Hal ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, di mana kegagalan layanan publik dapat berujung pada teguran hingga pencopotan jabatan.
Bahkan, pada pasal 55 dan 56 dalam UU yang sama juga membuka kemungkinan sanksi pidana dan denda jika kegagalan layanan publik tersebut menyebabkan kerugian negara atau dampak negatif bagi masyarakat. “Evaluasi menyeluruh harus dilakukan guna menentukan apakah ada kelalaian atau penyalahgunaan kewenangan dalam pengadaan Coretax,” katanya.
Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI), Rinto Setiyawan, menilai bahwa kesalahan fatal terjadi dalam perencanaan dan implementasi Coretax. Menurutnya, setiap pengembangan perangkat lunak harus melalui tiga tahap utama: pertama, penetapan proses bisnis yang jelas; kedua, penyusunan regulasi yang mendukung; dan ketiga, pengembangan teknologi yang sesuai.
Namun, dalam kasus Coretax, tahapan ini dilakukan secara terbalik. Pemerintah lebih dulu menerbitkan Perpres 40/2018 sebelum memastikan proses bisnis yang solid. Selain itu, teknologi yang digunakan berasal dari sistem perpajakan Austria, yang jauh lebih sederhana dibandingkan dengan Indonesia. Adaptasi sistem asing tanpa penyesuaian yang matang dinilai menjadi salah satu penyebab utama kegagalan Coretax.
Rinto menekankan bahwa tujuan utama Coretax seharusnya meningkatkan penerimaan pajak, bukan sekaligus memperbaiki sistem perpajakan yang sudah ada. “Tanpa perbaikan mendasar dalam proses bisnis perpajakan, sistem baru apa pun tidak akan berfungsi secara optimal,” katanya.
Dirjen Pajak, Suryo Utomo, mengakui adanya kendala teknis dalam penerapan Coretax sejak diluncurkan pada 1 Januari 2025. Meskipun sistem ini dirancang untuk meningkatkan efisiensi administrasi perpajakan, berbagai gangguan yang terjadi menimbulkan kekhawatiran akan berpengaruh pada penerimaan negara.
Namun, Suryo menegaskan bahwa hingga saat ini belum terlihat dampak signifikan terhadap penerimaan pajak akibat gangguan pada Coretax. Menurutnya, evaluasi menyeluruh baru dapat dilakukan setelah periode pelaporan pajak berjalan sepenuhnya.
“Dampaknya baru bisa kita lihat nanti, karena laporan pajak Januari baru masuk di Februari,” ujarnya.
Sementara itu, DPR dan DJP kini memilih langkah pragmatis dengan menjalankan sistem perpajakan secara paralel, yaitu menghidupkan kembali DJP Online. Langkah ini bertujuan untuk memastikan tidak ada gangguan dalam administrasi perpajakan hingga perbaikan pada Coretax benar-benar selesai.***