BERTUAHPOS.COM — Australia dianggap sebagai salah satu pusat deforestasi dunia. Menurut terbaru dari World Wide Fund for Nature (WWF), bahwa Australia tetap menjadi salah satu pusat deforestasi dunia. WWF menemukan bahwa area seluas enam kali lipat Tasmania telah ditebangi secara global sejak 2004.
Australia bagian timur ditunjuk bersama Kolombia, Peru, Laos, dan Mozambik sebagai lokasi dengan laju deforestasi ‘sedang’. Negara-negara dengan laju deforestasi ‘tinggi’ termasuk Brasil, Bolivia, Madagaskar dan Kalimantan.
Republika melaporakan bahwa hal menjadi bukti bahwa hampir setengah dari hutan yang masih berdiri di 24 bidang deforestasi telah mengalami beberapa jenis fragmentasi. Tren menyarankan pembukaan hutan akan terus berlanjut kecuali negara-negara bertindak untuk melindunginya.
Hal ini memperluas laporan 2015 oleh WWF yang menyebutkan 11 titik api. Dalam laporan tersebut Australia timur juga muncul dalam daftar itu. Dalam analisis pertama, New South Wales (NSW) dan Queensland dipilih untuk tingkat pembukaan yang tinggi. Namun, laporan baru mengidentifikasi lebih lanjut area yang menjadi perhatian di Victoria dan Tasmania.
“Tingkat pembukaan lahan meroket setelah penghapusan pembatasan di Queensland dan NSW menempatkan Australia timur di samping tempat paling terkenal di dunia untuk perusakan hutan,” kata ilmuwan konservasi WWF-Australia Martin Taylor seperti dikutip laman The Guardian, Rabu, 13 Januari 2021.
“Meskipun Queensland memulihkan beberapa pembatasan pada 2018, Australia bagian timur tetap menjadi garis depan deforestasi. Itu tidak akan berubah sampai kita melihat tingkat kehancuran turun,” ujarnya menambahkan.
Taylor mengatakan analisis tersebut difokuskan pada apa yang disebut bagian “titik panas” di negara bagian timur di mana tingkat pembukaan lahan tertinggi. Dia memperkirakan bahwa di Queensland dan NSW saja 970.349 hektare telah dibuka pada tahun 2004 hingga 2017.
Pemerintah Queensland memperketat aturan pembukaan lahan pada 2018, namun Taylor mengatakan belum ada cukup data yang tersedia untuk menentukan efek dari perubahan tersebut. Di NSW, pemerintah Berejiklian melemahkan aturan pembukaan lahan pada 2017 dan kerusakan habitat meningkat.
Secara global, pertanian komersial dan perkebunan pohon diidentifikasi sebagai pemicu deforestasi terbesar. Di Australia, perusakan vegetasi untuk penggembalaan ternak adalah penyebab paling signifikan dari hilangnya dan degradasi hutan.
Di sisi lain, penebangan hutan asli yang berkelanjutan di beberapa negara bagian timur disebut sebagai penyebab sekunder yang penting. “Inilah kita, negara maju, memotong, sedangkan setiap negara maju lainnya di dunia telah berhenti melakukan itu,” kata Taylor.
Analisis tersebut hanya mencakup hingga 2017, analisis tersebut mengecualikan efek bencana kebakaran hutan musim 2019-2020 yang dahsyat. WWF mengatakan, bahwa efek yang semakin cepat dari perubahan iklim membuat kebutuhan pemerintah Australia untuk meningkatkan perlindungan bagi satwa liar dan habitat yang menjadi lebih mendesak.
Kerusakan hutan merupakan ancaman bagi lebih dari 700 tumbuhan dan hewan Australia yang terancam punah. WWF-Australia sebelumnya telah menyoroti dampak pembukaan hutan yang dilakukan tanpa penilaian spesies terancam.
Laporan tersebut juga mengatakan ada kegagalan menyeluruh dari pemerintah federal untuk menindak pembukaan ilegal telah membatasi keefektifan hukum lingkungan Australia dalam melindungi beberapa habitat.
Sementara itu, pemerintah Australia belum mengomentari laporan WWF ini sebab belum melihat laporannya. Undang-Undang Perlindungan Lingkungan dan Keanekaragaman Hayati Australia telah ditinjau tahun lalu dan pemerintah harus merilis laporan akhir, yang dipimpin oleh mantan kepala pengawa Graeme Samuel, pada bulan Februari. Laporan sementara meminta regulator independen yang akan bertanggung jawab untuk menegakkan dan memantau kepatuhan terhadap hukum. (bpc2)