BERTUAHPOS.COM — Masalah fiskal nasional masih menjadi sorotan. Pembengkakan utang negara dari tahun ke tahun dinilai mengancam efektivitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Menurut data Institute for Development of Economics and Finance (Indef), rasio utang Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terus meningkat, dari 26% pada 2010 menjadi 38,55% pada 2024. Total utang pemerintah hingga September 2024 tercatat sebesar Rp8.473,9 triliun.
Ekonom Senior Indef, Didik J Rachbini menyebutkan bahwa kebijakan utang Indonesia saat ini tidak sehat. Ia menilai praktik anggaran lebih didorong oleh politik yang tidak terkendali.
“Politik anggaran hanya refleksi dari politik yang sakit, demokrasi yang dikebiri, dan dilumpuhkan selama 10 tahun ini,” tulis Didik dalam catatan akhir tahun, Rabu, 1 Januari 2025.
Dia juga menyoroti suku bunga obligasi Indonesia yang mencapai 7,2%, tertinggi di Asia Tenggara. Sebagai perbandingan, suku bunga obligasi Thailand hanya 2,7%, Vietnam 2,8%, Singapura 3,2%, dan Malaysia 3,9%.
Kenaikan suku bunga ini menyebabkan belanja pemerintah pusat lebih banyak digunakan untuk membayar bunga utang daripada membiayai program pembangunan. Porsi pembayaran bunga utang meningkat dari 11,09% pada 2014 menjadi 20,10% pada 2024. “Setiap tahun, bunga utang saja menguras pajak rakyat hingga Rp441 triliun,” tegas Didik.
Selain itu, belanja non produktif seperti belanja pegawai dan barang juga terus meningkat. Pada 2014, porsi belanja ini sekitar 34%, naik menjadi 36% pada 2024. Belanja produktif yang semestinya mendorong pertumbuhan ekonomi justru menyusut.
Kebijakan utang jumbo ini, menurut Didik, akan berdampak panjang pada politik penganggaran pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Efisiensi belanja dan pengendalian utang menjadi tantangan utama untuk memastikan APBN kembali produktif.***
Sumber: Bloomberg Technoz