BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Bupati Pelalawan Zukri merespon soal tuduhan yang ditujukan kepadanya, terkait dugaan korupsi dan kejahatan lingkungan.
Laporan tersebut dilayangkan ke Polda Riau dan Kejati Riau oleh Yayasan Anak Rimba Indonesia (Arimbi) bersama Lembaga Independen Pemberantas Pidana Korupsi (LIPPSI) untuk dua kasus berbeda.
Kasus pertama yang ditujukan ke Polda Riau, yakni terkait kegiatan normalisasi sungai Kerumutan, Kawasan Hutan Suaka Margasatwa Kerumutan, yang dilakukan Pemkab Pelalawan bersama konsorsium yang ditunjuk.
Sedangkan laporan ke Kejati Riau atas dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pemungutan dana CSR dari tujuh perusahaan yang beroperasi di wilayah Kabupaten Pelalawan, dengan nilai mencapai Rp1,1 miliar.
BACA:
Dugaan Korupsi dan Kejahatan Lingkungan, Bupati Pelalawan Dilaporkan ke Kejati dan Polda Riau
Kepada Bertuahpos.com, Zukri mengemukakan beberapa klarifikasi terkait tuduhan tersebut. Kata dia, bahwa yang terjadi di lapangan sangat tidak relevan dengan apa yang dilaporkan.
“Sebelumnya masyarakat meminta ke Pemkab agar sungai mereka dibersihkan, karena sudah belasan tahun permukaan sungai itu ditutupi rumput sehingga nelayan tak bisa menangkap ikan,” katanya, Selasa malam, 1 Agustus 2023 via seluler.
“Ketika saya jadi Bupati, saya minta ke perusahaan agar menggunakan CSR mereka untuk membersihkan sungi itu. Uang dan proyeknya ada di perusahaan, bukan di kita. Bukan kita yang mengelola. Misalkan duit diambil oleh Pemerintah, bukan begitu,” tutunya.
Zukri menyebut, bahwa pekerjaan di lakukan terhadap sungai itu, hanya sebatas membersihkan rumput liar dari permukaan, tidak lebih dari itu.
Dengan demikian, kata dia, kegiatan normalisasi yang dimaksud bukan melakukan pendalaman atau perluasan permukaan sungai.
“Kerjanya cuma membersihkan dan mengangkat rumput saja,” sebutnya. “Jadi di sisi mana ada kejahatan lingkungannya? Terus bagian mana yang disebut menyalahi aturan?”
Dalam konteks ini, kata Zukri, Pemda tidak mungkin meminta bantuan ke perusahaan untuk membersihkan permukaan sungai dari rumput liar, tapi dana SCR-nya harus masuk ke kas daerah dulu.
“Apakah uangnya harus masuk ke Pemda dulu baru sungainya di bersihkan? nggak mesti lah. Pola seperti ini juga sudah banyak di mana-mana. Misalkan, masyarakat minta tolong ke pemerintah, dan pemerintah minta tolong ke perusahaan yang ada, untuk bantu orang miskin, masa duitnya harus masuk ke kas daerah dulu, repot lah,” ungkapnya.
Dia menambahkan, baik pihak yang mengelola maupun pihak mengerjakan kegiatan tersebut, sepenuhnya ditangani oleh perusahaan. Dalam hal ini, Pemkab Pelalawan, hanya menyurati perusahaan meminta bantuan, dan itupun untuk hajat hidup orang banyak.
Sedangkan teknis penganggaran dan pengerjaan, sepenuhnya dilakukan oleh perusahaan. “Tak ada pemerintah pegang duit. Kami tidak minta duit dengan perusahaan. Kami membantah tuduhan itu,” bantahnya.
Dirinya menilai, terkait hal ini, mungkin saja ada mis persepsi dari pihak yang melaporkan, dengan mengira bahwa Pemkab Pelalawan yang meminta uang, melakukan kegiatan, dan menunjuk orang tertentu untuk mengelolanya. Namun kata Zukri, hal itu tidak benar.
Dia meminta kepada pihak yang membuat laporan, sejatinya melihat persoalan di lapangan secara jernih dan objektif. Justru, yang terjadi saat ini sangat membantu nelayan untuk melakukan pekerjaannya.
“Mereka (nelayan) memang sangat diuntungkan dengan diberikannya permukaan sungai itu,” tuturnya.
“Sudah belasan tahun masyarakat itu menunggu sungai itu dibersihkan. Bahkan sebelumnya mereka menggunakan racun pestisida untuk mematikan rumput. Itukan justru tidak baik bagi lingkungan,” tambahnya.
Sementara terkait area sungai yang dianggap masuk dalam Kawasan Hutan Suaka Margasatwa Kerumutan, dia menegaskan, sebelum kegiatan pembersihan rumput di permukaan sungai, juga sudah ada pengecekan oleh lembaga lingkungan hidup. “Kalaupun masuk, yang dikerjakan cuma rumput, kok,” ungkapnya.
“Saya klarifikasi, bahwa kegiatan itu bukan normalisasi seperti pelebaran dan pendalaman sungai, murni cuma sampah rumput itu saja yang diangkat karena sudah menutupi seluruh permukaan sungai, dan kami minta perusahan yang membantu mengerjakan itu. Mereka yang mengelola, mereka yang melelang, mereka yang membayar. Tak ada urusannya dengan pemerintah,” tegasnya.
“Terus korupsinya di mana?, kejahatan lingkungannya di mana? kita (Pemda) nggak ada ngapa-ngapain kok, cuma minta tolong. Kalau tak boleh juga bupati minta tolong, kacau itu,” ujar Zukri.
Sementara itu, terkait konsekuensi hukum, Zukri menegaskan bahwa dirinya siap menghadapi. “Ya, kami akan hadapi,” katanya. Meski demikian, pihaknya juga punya hak untuk melakukan pembelaan diri atas apa yang sudah dituduhkan.
“Saya harap, teman-teman LSM jernih saja dalam melihat sesuatu. Itu saja,” tutupnya.***