BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Soeman HS kini diabadikan sebagai nama sebuah gedung megah dengan arsitektur modern di Jalan Jendral Sudirman, Pekanbaru. ‘Gedung Rehal’ lima lantai ini adalah Perpustakaan Wilayah kebanggan Riau.
HS yang disematkan pada bagian belakang nama Soeman adalah singkatan dari Hasibuan. Salah satu marga orang berdarah Batak.
“Soeman Hasibuan lahir di Bengkalis, Riau, pada tahun 1904. Dia pandai mengaji (baca Al-Quran). Ayahnya dinamai Lebai Wahid. Wahid berasal dari Kotanopan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara,” ujar Aulia A Muhammad dalam Bukunya: Bayang Baur Sejarah: Sketsa Hidup Penulis-penulis Besar Dunia, Soeman HS adalah putra Batak berpenghulu Melayu.
Karena terlibat dalam sebuah pertikaian suku, Wahid merantau dan menetap di Bengkalis. Seoman kemudian sengaja menyingkat marganya sebagai penghormatan dirinya kepada puak Melayu, suku tempat dia tinggal.
“Di sini (Riau) marga itu tidak penting. Jadi saya singkat saja. Tidak seperti AH Nasution yang justru menyingkat namanya, ha, ha, ha,…” kata Soeman HS dalam sebuah wawancara yang diterbitkan Majalah Tempo.
Dari beberapa sumber yang dijumpai Bertuahpos.com, Soeman HS tumbuh semakin kental dengan adat dan kebiasaan Melayu Riau. Sejak kecil dia sudah terbiasa ikut nimbrung kalau ada percakapan kaum saudagar dengan ayahnya tentang cerita kehidupan di Singapura.
Soeman HS menjadi sering berkhayal dan mengarang cerita, dan inspirasi itu datang dari kegemarannya membaca buku. Bahkan sejak kecil dia sudah terbiasa nongkrong di perpustakaan milik Belanda. Ada dua buku yang paling dia suka, Siti Nurbaya karya Marah Rusli dan Teman Duduk Karya M Kasim.
Pada tahun 1923, datanglah seorang guru dari Jawa, yang kemudian mendengarkan lagu Indonesia Raya ke telinga Soeman HS. Dia sangat suka, dan semangat nasionalismenya bangkit.
Dalam majalah itu, Soeman menceritakan pada saat dia di Pasirpangaraian, dia melihat bahwa adat Melayu masih agak merendahkan kaum perempuan. Hasrat membela itu kemudian melahirkan Kasih Tak Terlerai dan Mencari Pencuri Anak Perawan, dengan genre cerita yang dibawa bercorak detektif.
Tahun 1961, Soeman HS mendirikan universitas pertama di Riau, yakni Universitas Islam Riau (UIR). Seminggu setelah itu, Pemerintah Riau mendirikan Universitas Riau (Unri). Sebelumnya sudah banyak sekolah-sekolah yang dia dirikan di Riau.
“Roman saya selalu mendobrak adat yang kaku. Nah, untuk menggambarkan itu, sengaja saya pilih tokoh orang asing yang lebih diterima jika mendobrak adat yang kaku. Itu hanya strategi biar cerita kita diterima,” ujarnya.
Di penghujung hidupnya, ada satu hal yang agak disesali Soeman HS, yaitu romannya tidak lagi cetak, sehingga tidak banyak orang yang tahu dengan buku-bukunya. “Padahal jika dibandingkan dengan novel-novel sekarang, secara bahasa, karya saya masih bisa dipersandingkan,” ucapnya. Namun sejarah telah mencatat dirinya sebagai pionir pengarang roman detektif Indonesia.
Melekat Jadi Nama Perpustakaan Riau
Pemerintah Provinsi Riau memberi penghargaan tinggi kepada Soeman HS yang sudah ikut membesarkan Melayu di Riau, hingga karya-karyanya melegenda ke seantero Tanah Air.
Darah Batak yang melekat dalam dirinya hanya sebatas keturunan. Namun jiwa dan pemikirannya adalah Melayu yang secara bangga diperkenalkan kepada dunia.
Soeman HS adalah tokoh sejarah bagi masyarakat Riau. Karya-karya hebat dari bukunya semakin memperkuat kecintaannya kepada Riau.
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Riau, Rahimah Erna mengatakan, semasa hidup, Soeman HS banyak mengangkat adat, kehidupan, Budaya Melayu melalui karya karya sastranya di tingkat daerah, nasional dan internasional. (bpc2)