BERTUAHPOS.COM — Pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto dan wakilnya Gibran Rakabuming Raka akan memikul beban utang negara yang berat. Setelah dilantik nanti, mereka harus melunasi utang jatuh tempo yang mencapai Rp800 triliun.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, utang jatuh tempo pada 2024 tercatat sebesar Rp434,29 triliun, terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp371,8 triliun dan pinjaman sebesar Rp62,49 triliun.
Pada tahun pertama pemerintahan Prabowo-Gibran, yaitu 2025, utang jatuh tempo akan meningkat tajam menjadi Rp800,33 triliun. Rinciannya, SBN sebesar Rp705,5 triliun dan pinjaman Rp94,83 triliun. Angka ini terus tinggi pada tahun berikutnya, yaitu Rp803,19 triliun pada 2026 dan Rp802,61 triliun pada 2027.
Penurunan utang jatuh tempo baru terlihat pada 2028, dengan nilai Rp719,81 triliun, terdiri dari SBN sebesar Rp615,2 triliun dan pinjaman sebesar Rp104,61 triliun. Selama periode 2025-2028, total utang jatuh tempo yang harus dilunasi mencapai Rp3.125,94 triliun. Setelah itu, jumlah utang jatuh tempo diperkirakan akan menurun hingga mencapai level terendah pada 2041, yaitu sebesar Rp30,8 triliun.
Hingga akhir April 2024, total utang pemerintah Indonesia sudah mencapai Rp8.338,43 triliun. Profil jatuh tempo utang ini terdiri dari:
- Kurang dari 1 tahun: Rp600,85 triliun
- 1-3 tahun: Rp1.762,25 triliun
- Di atas 3-5 tahun: Rp1.480,12 triliun
- Di atas 5-10 tahun: Rp2.437,57 triliun
- Di atas 10-15 tahun: Rp787,36 triliun
- Di atas 15-20 tahun: Rp573,11 triliun
- Di atas 20 tahun: Rp697,17 triliun
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa besarnya utang jatuh tempo pada periode 2025-2027 disebabkan oleh belanja tambahan selama pandemi Covid-19. Saat itu, Indonesia membutuhkan hampir Rp 1.000 triliun untuk belanja tambahan di tengah penurunan penerimaan negara sebesar 19% akibat ekonomi yang berhenti.
“Pada 2020, utang jatuh tempo maksimal dari pandemi kita di 7 tahun dan sekarang terkonsentrasi di 3 tahun terakhir 2025, 2026, dan 2027. Ini menimbulkan persepsi bahwa banyak utang yang menumpuk,” kata Sri Mulyani, dilansir dari CNBC Indonesia, Senin, 15 Juli 2024.
Sri Mulyani meyakini besarnya utang jatuh tempo pada 2025-2028 tidak akan menjadi masalah selama persepsi terhadap APBN, ekonomi, dan politik Indonesia tetap positif. “Jika negara kita kredibel, APBN baik, ekonomi baik, dan kondisi politik stabil, maka revolving utang akan kecil karena negara ini dianggap stabil,” ujarnya.
Dia menambahkan bahwa jika surat utang Indonesia tidak jatuh tempo, surat utang yang dipegang akan terus revolving. Namun, jika stabilitas terganggu, pemegang surat utang bisa melepasnya dan meninggalkan Indonesia.***