BERTUAHPOS — Ekonomi Riau triwulan III 2025 tercatat tumbuh 4,98% dan Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pada tahun 2026, angkanya berada di kisaran 4,4-5%.
Kondisi yang menggembirakan ini tentu tak semulus yang dibayangkan. Berbagai tantangan tetap akan membayangi stabilitas ekonomi Riau di tahun depan.
“Yakni soal relokasi anggaran pemerintah, hilirisasi kelapa sawit dan ketidakpastian ekonomi global yang masih berlanjut kata Deputi Kepala Kantor Perwakilan BI Provinsi Riau, Sudiro Pambudi, di Pekanbaru belum lama ini.
Ketiga tantangan tersebut berpotensi memengaruhi stabilitas ekonomi Riau pada tahun-tahun mendatang. Berlanjutnya kebijakan realokasi anggaran pemerintah diyakini dapat memengaruhi komponen belanja pemerintah dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi daerah.
“Karena itu, BI menekankan pentingnya optimalisasi penerimaan daerah serta sinergi lintas pemangku kepentingan untuk menarik lebih banyak investasi sebagai sumber pertumbuhan baru,” tambhanya.
Tantangan kedua, berkaitan dengan rencana penerapan biodiesel B50 dan target hilirisasi industri kelapa sawit. Menurut Sudiro, kebijakan ini menghadapi hambatan dari sisi pasokan CPO akibat menurunnya produktivitas pohon sawit yang mulai menua.
Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) menjadi solusi penting, namun keberhasilannya mensyaratkan legalitas lahan yang harus benar-benar clean and clear agar proses replanting berjalan efektif.
“Jika prasyara tersebut terpenuhi, kami optimistis produksi sawit rakyat dapat meningkat di masa mendatang. Kenaikan produksi itu diharapkan mampu menjaga stabilitas pasokan CPO sehingga mendukung implementasi B50 dan memperkuat industri hilir sawit yang menjadi andalan ekspor Riau,” sabungnya.
Tantangan ketiga soal ketidakpastian ekonomi global, juga diyakini akan terus membayangi pertumbuhan ekonomi Riau 2026. Kebijakan di sejumlah negara berpotensi menahan permintaan dari mitra dagang utama Riau, sehingga memengaruhi keputusan investasi dan belanja modal pelaku usaha.
“Kondisi ini dapat berdampak langsung pada kinerja ekspor komoditas unggulan daerah,” kata Sudiro.
Dari sisi pemerintah daerah, Sudiro mengingatkan bahwa cuaca ekstrem dan potensi bencana alam juga menjadi risiko bagi keberlanjutan produksi di sentra-sentra komoditas.
Gangguan produksi dan distribusi akibat faktor cuaca dapat menekan pertumbuhan sektor-sektor strategis yang menjadi penopang ekonomi Riau.
Ia menegaskan bahwa koordinasi kebijakan antara pemerintah daerah, pelaku usaha, dan lembaga terkait diperlukan untuk menghadapi tiga tantangan tersebut.
Oleh sebab itu, upaya mitigasi, terutama dalam menjaga stabilitas produksi komoditas dan memperkuat ketahanan ekonomi daerah, harus terus diperkuat.
“Kami (Bank Indonesia) berharap langkah-langkah strategis yang ditempuh bersama dapat menjaga ketahanan ekonomi Riau dan memperkuat fondasi pertumbuhan pada 2026. Dengan sinergi yang solid, target pertumbuhan ekonomi dan pengendalian inflasi tetap dapat dicapai,” tuturnya.***




































