BERTUAHPOS — Pemerintah mengakui bahwa penyebab utama banjir bandang dan longsor di Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Aceh bukan hanya karena cuaca ekstrem, tapi juga akibat degradasi lingkungan yang sudah terjadi sejak puluhan tahun lalu.
Hal ini diungkapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, Dalam rapat kerja dengan Komisi XII DPR di Jakarta, beberapa waktu lalu. Dia menyebut tutupan hutan yang hilang sangat luas di Sumatera.
“Ini harus membangkitkan kita semua. Pemerintah harus hadir untuk merumuskan langkah-langkah operasional,” ujarnya di kompleks parlemen.
Hanif memaparkan bahwa Aceh kehilangan sekitar 14 ribu hektare tutupan hutan sejak 1990 hingga 2024. Kerusakan tersebut sangat berpengaruh terhadap tingkat keparahan bencana yang dipicu siklon tropis.
Di Sumatera Utara, hilangnya area tutupan hutan lebih besar, mencapai 19 ribu hektare. Adapun Sumatera Barat kehilangan sekitar 10 ribu hektare tutupan hutan dalam periode yang sama. “Tentu angka ini sangat berpengaruh,” kata Hanif menegaskan.
Menanggapi kondisi tersebut, pemerintah melakukan sejumlah langkah evaluasi. KLH, kata Hanif, memperkuat penegakan hukum lingkungan, mengendalikan penerbitan izin baru, mempercepat rehabilitasi ekosistem, serta memaksimalkan mitigasi perubahan iklim.
Hanif juga memastikan akan melakukan inspeksi langsung ke wilayah bencana pada Kamis (4/12). Evaluasi izin lingkungan disebut sudah dimulai, terutama di kawasan Batang Toru, Sumatera Utara, yang selama ini menjadi sorotan terkait kapasitas dan daya dukung lingkungannya.
“Mulai hari ini, persetujuan lingkungan telah kami evaluasi pada seluruh unit di Batang Toru, terutama terkait kapasitas lingkungannya,” tuturnya.
Dengan temuan tersebut, KLH menegaskan bahwa penguatan pengawasan dan pemulihan hutan menjadi langkah mendesak untuk mencegah bencana serupa terulang.***

































