BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Di beberapa kalender yang dicetak, biasanya tidak hanya tertulis angka dan hari. Pada bagian bawah yang ditulis dengan huruf kecil, juga memuat kata-kata seperti kliwon, weton, legi, pahing, dan lain-lain. Inilah yang disebut dengan Kalender Jawa.
Kalender Jawa atau Penanggalan Jawa adalah sistem penanggalan yang digunakan oleh Kesultanan Mataram dan berbagai kerajaan pecahannya serta yang mendapat pengaruhnya.
Penanggalan ini memiliki keistimewaan karena memadukan sistem penanggalan Islam, sistem Penanggalan Hindu, dan sedikit penanggalan Julian yang merupakan bagian budaya Barat.
Sistem kalender Jawa memakai 2 siklus hari: siklus mingguan yang terdiri dari tujuh hari [Ahad sampai Sabtu, saptawara] dan siklus pekan pancawara yang terdiri dari lima hari pasaran.
Pada tahun 1633 Masehi (1555 Saka), Sultan Agung dari Mataram berusaha keras menanamkan agama Islam di Jawa. Salah satu upayanya adalah mengeluarkan dekret yang mengganti penanggalan Saka yang berbasis perputaran matahari dengan sistem kalender kamariah atau lunar (berbasis perputaran bulan).
Uniknya, angka tahun Saka tetap dipakai dan diteruskan, tidak menggunakan perhitungan dari tahun Hijriyah (saat itu 1043 H). Hal ini dilakukan demi asas kesinambungan, sehingga tahun saat itu yang adalah tahun 1555 Saka diteruskan menjadi tahun 1555 Jawa.
Dekrit Sultan Agung berlaku di seluruh wilayah Kesultanan Mataram: seluruh pulau Jawa dan Madura kecuali Banten, Batavia (Jakarta sekarang) dan Banyuwangi (=Balambangan).
Ketiga daerah terakhir ini tidak termasuk wilayah kekuasaan Sultan Agung. Pulau Bali dan Sumatra yang mendapatkan pengaruh budaya Jawa, juga tidak ikut mengambil alih kalender karangan Sultan Agung ini.***