BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan uji materi Pasal 201 ayat (5) Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Benarkah masa jabatan Gubernur Riau, Edy Natar Nasution seharusnya diperpanjang, setelah keluarnya putusan itu?
Ely Wardani sejauh ini belum berani memastikan bagaimana status jabatan Edy Natar sebagai Gubernur Riau setelah keluarnya putusan MK terkait hal itu. Menurut Kepala Biro Hukum Setdaprov Riau itu, seharusnya keputusan tersebut juga berlaku untuk jabatan Edy Natar. “Seharusnya berlaku,” katanya, Jumat, 22 Desember 2023.
Pemohon uji materi Pasal 201 ayat (5) Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota diajukan sejumlah kepala daerah, lewat permohonan teregister dengan perkara nomor 143/PUU-XXI/2023.
MK menyatakan Pasal 201 ayat (5) UU Nomor 10 Tahun 2016 menyatakan bahwa gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil wali kota hasil pemilihan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023, dianggap bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945.
MK kemudian memperbaharui norma pasal tersebut yang mana setiap kepala daerah yang terpilih pada tahun 2018 dan dilantik pada tahun 2019, berhak memegang jabatan penuh selama 5 tahun. Dengan keputusan ini, seharusnya masa jabatan Edy Natar Nasution, sebagai Gubernur Riau, habis pada Februari 2024, bukan Desember 2023.
Adapun pemungutan suara serentak nasional yang dimaksud yakni pilkada 2024 yang dijadwalkan pada Oktober 2024 mendatang, maka sisa jabatan itu lah yang dilanjutkan oleh Pj Gubernur.
Dalam pertimbangan hukumnya, MK melihat ada kerugian konstitusional yang dialami oleh para pemohon, berupa pemotongan masa jabatan bagi kepala daerah/ wakil kepala daerah yang dipilih tahun 2018, karena mereka baru dilantik pada 2019 karena menunggu berakhirnya masa jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah sebelumnya.
Menurut MK, ketentuan norma Pasal 201 ayat (5) UU Nomor 10 Tahun 2016 menimbulkan ketidakpastian hukum, ketidakadilan, dan memberikan perlakuan berbeda di hadapan hukum sebagaimana yang didalilkan oleh para pemohon.
MK menyatakan pemotongan masa jabatan kepala daerah akibat pilkada serentak merugikan hak konstitusional sejumlah kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Elly Wardani enggan mengomentari lebih lanjut terkait putusan MK tersebut. Sebab dirinya belum mendapatkan arahan dari pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri pasca keluarnya putusan MK yang mengabulkan gugatan pemotongan masa jabatan kepala daerah tersebut. “Arahan belum ada, tunggu saja lah,” sebutnya.***