—
PERNYATAAN mundur dari kepesertaaan Program Organisasi penggerak (POP) yang digagas oleh menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, oleh PP Muhammadiyah dan PBNU yang kemudian diikuti oleh PGRI menghebohkan dunia pendidikan Indonesia.
Penyebab mundurnya tiga lembaga tersebut dari kepesertaan Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) salah satunya adalah kriteria pemilihan dan penetapan lembaga dalam POP tersebut tidak jelas. Sulit dipahami jika dua perusahaan besar seperti Sampoerna dan Tanoto mendapatkan dana yang cukup besar dari Kemendikbud.
Program Organisasi Penggerak (POP) merupakan salah satu program unggulan Kemendikbud. Program ini bertujuan untuk memberikan pelatihan dan pendampingan bagi para guru penggerak untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan peserta didik.
Dalam program ini, Kemendikbud akan melibatkan organisasi-organisasi masyarakat maupun individu yang mempunyai kapasitas untuk meningkatkan kualitas para guru melalui berbagai pelatihan. Kemendikbud mengalokasikan anggaran Rp567 miliar per tahun untuk membiayai pelatihan atau kegiatan yang diselenggarakan organisasi terpilih.
Organisasi yang terpilih dibagi kategori III yakni Gajah, Macan, dan Kijang. Untuk Gajah dialokasikan anggaran sebesar maksimal Rp20 miliar/tahun, Macan Rp5 miliar per tahun, dan Kijang Rp1 miliar per tahun. (tirto.id)
Para pakar, pengamat dan pegiat pendidikan menyatakan Kemendikbud, Nadiem kurang peka dan tidak mengetahui sejarah panjang pendidikan Nasional Indonesia.
Fakta sejarah faktual yang terjadi di Indonesia terdapat dua jenis lembaga pendidikan dan dikelola oleh dua kementrian, yaitu lembaga pendidikan umum dan lembaga pendidikan agama. Lembaga pendidikan agama yang jamak kita kenal dengan pesantren dan madrasah dikelola oleh kementerian agama.
Sedangkan yang berlabel sekolah dikelola oleh kementrian pendidikan nasional. Walaupun dikelola oleh dua kementerian yang berbeda keduanya merupakan bagian dari system pendidikan nasional, ini dibuktikan dengan ujian nasional kedua subsistem pendidikan ini diselenggarakan oleh kementerian pendidikan nasional (sekarang di sebut kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kemendikbud).
Pesantren Sistem Pendidikan Islam Unik Khas Indonesia
Tugas utama pendidikan dalam Al Qur’an adalah memuliakan manusia sesuai dengan kebutuhannya (Fi ahsani taqwim) paling tidak melingkupi 3 aspek penting yaitu; attitude (sikap dan moralitas , adab dan akhlak), cognive (Pengetahuan dan Imu) dan Instructional (Metode Pembelajaran).
KH Hasan Abdullah Sahal pimpinan Pondok Modern Gontor Darussalam Ponoroga menyatakan, “Pesantren ini tidak akan kita temukan di belahan dunia manapun, di madinah, di mesir, di pakistan, tidak akan kita temukan pesantren kecuali di Indonesia. Karena ini memang produk khas bangsa ini.
Akulturasi budaya hindu yg kemudian di Islamkan. Maka tidak ada pas untuk pesantren ini. Kata “ma’had” yg selama ini kita kenal sebagai bahas arabnya pesantren, ternyata lebih pas kalau kita terjemahkan Boarding School, bukan pesantren.”
Keunikan lain dari pesantren adalah menjadikan Masjid sebagai sentral aktivitas pendidikan dan pengajarannya, serta Kyai menjadi figur sentral aktvitasnya. Intinya sistem pendidikan di pesantren berfokus pada Kyai dan Masjid.
Kyai yang mendirikan masjid kemudian santrinya datang belajar atas inisiatif sendiri, membangun tempat tinggal sendiri (asrama) dan memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Walaupun banyak juga para kyai yang menanggung hidup para santrinya. Agak berbeda juga dengan “Boarding school” sebenarnya, karena dibangunkan fasilitas pendidikannya dulu baru menerima murid.
Istilah santri juga tidak ada ada dalam bahasa Arab, kata “Thalibun” biasanya dipakai untuk mengganti istilah santri, agaknya juga kurang tepat. Karena kata ini dalam bahasa arab lebih kepada pengertian murid dalam bahasa Indonesia. Sedangkan sekolah umum juga disebut murid. Santri tidak sama dengan murid. Santri adalah penuntut ilmu dengan mental pejuang mencari tahu dan mandiri. Dia datang ke Kyai lalu diajar, kalau merasa tidak sesuai dipersilahkan meninggalkan Kyai dan pesantren itu untuk mencari Kyai dan pesantren yang lain.
Jadi sederhananya pesantren adalah lembaga pendidikan berasrama dengan dengan masjid menjadi pusat aktivitas pendidikan dan pengajarannya, dan Kyai sebagai figur sentralnya.
Pesantren ini sejarah pesantren telah ada di Nusantara seiring masuknya dan berkembangnya ajaran Islam. Di era Wali Songo pesantren dijadikan sebagai basis kaderisasi umat dan Negara di wilayah-wilayah kesultanan Islam.
Di era penjajahan Kolonial Belanda terutama di Pulau Jawa pesantren didirikan di dekat daerah pedesaan untuk menghindari perlawanan langsung dengan pihak penjajah. Cikal bakal pejuang kemerdekaan dan tentara republik Indonesia merupakan peran besar pesantren juga. Resolusi jihad yang membuat peristiwa 10 november di Surabaya adalah sumbangsih besar peran pesantren yang tidak bisa di hapus dalam sejarah Indonesia.
Pada masa awal kemerdekaan pesantren masih mempertahankan kedekatannya dengan daerah pedesaan, dan hampir tidak mendapatkan perhatian yang cukup dari pemerintah pusat. Baru di awal tahun 1990-an pemerintah mulai melirik pesantren. Pesantren merespon dengan pembaharuan aspek kurikulum, pembelajaran, manajemen pengelolaan dari kekeluargaan banyak pesantren dibadanhukumkan dengan bentuk yayasan.
Maka ketika dalam penetapan kepersertaan Program Organisasi Penggerak (POP) Pendidikan malah yang mendapatkan porsi lebih banyak adalah lembaga yang disinyalir CSR suatu perusahaan ini menjadi polemik dan tanda Tanya besar. Terutama Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama yang banyak mengelola lembaga pendidikan khususnya yang berbentuk pesantren.
Salam Total Leadership!