BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – 6 Februari 1925, Pramoedya lahir di Blora, Jawa Tengah, dengan nama Pramoedya Ananta Mastoer.
Karena kurang suka dengan namanya yang dianggap terlalu aristokratik, Pramoedya menghilangkan kata ‘Mas’ di nama keluarganya, sehingga hanya menjadi Pramoedya Ananta Toer.
Pram adalah seorang sastrawan Indonesia yang produktif. Tercatat ada lebih dari 50 karya Pram yang dipublikasikan, dan 42 diantaranya diterjemahkan ke bahasa asing.
Namun, di sisi lain, Pram juga dikenal sebagai sastrawan yang kontroversi. Dia juga sempat berselisih dengan beberapa tokoh, salah satunya adalah Buya Hamka.
Melalui majalah harian Bintang Timur pada 7 September 1962, di lembar kebudayaan Lentera, Pram memuat tulisan bahwa karya Buya Hamka yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wicjk merupakan sebuah karya plagiat. Pram juga pernah membuat tulisan yang berisikan bahwa Buya Hamka harus meminta maaf kepada rakyat Indonesia karena sudah membuat karya yang plagiat.
Dalam tuduhannya, Pram memuat tulisan bahwa roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Buya Hamka merupakan plagiat dari novel Sous Les Tilleuls karya pujangga Prancis, Alphonse Karr.
Akibat tulisan ini, Buya Hamka dan Pram sempat perang tulisan. Pram di Bintang Timur, dan Buya Hamka melakukan pembelaannya di majalah Gema Islam.
Namun, ternyata ketegangan 2 sastrawan ternama ini terbatas dalam karya tulis saja. Buktinya, ketika puteri sulungnya, Astuti ingin menikah, Pram menyuruh Astuti untuk belajar agama kepada Buya Hamka.
Astuti menurut. Dia membawa calon suaminya, Daniel Setiawan, yang sebelumnya berbeda keyakinan, untuk belajar agama Islam.
Rupanya, meski pernah menyerang Buya Hamka dalam karya sastra, Pram tetap menghormati Buya Hamka. Bahkan, Pramoedya mempercayakan anaknya untuk belajar agama Islam kepada Buya Hamka.
Buya Hamka ternyata juga tidak memiliki dendam pribadi kepada Pram. Dengan perasaan haru, Buya Hamka mengangguk, tanda beliau bersedia mengajar Islam kepada Astuti dan calon suaminya. (bpc4)