BERTUAHPOS.COM – Mengajar dan mendidik generasi alfa bukanlah sesuatu yang mudah. Generasi ini lahir setelah tahun 2010, sehingga sudah sangat akrab dengan perkembangan teknologi dan informasi. Menjadi pendidik dan pengajar bagi generasi ini tidaklah mudah.
Namun, ternyata ada guru-guru hebat yang mampu menjawab tantangan untuk mendidik dan mengajar generasi Alfa (Gen A). Mereka merupakan tenaga pengajar di sekolah yang berada di bawah yayasan pendidikan APRIL, yaitu Sekolah Global Andalan, Taruna Andalan, dan Sekolah Mutiara Harapan (SMH).
Untuk diketahui, SMH adalah sekolah yang menggabungkan kurikurulum nasional dan International Baccalaureate (IB). SMH bahkan merupakan satu-satunya sekolah berstandar IB di Riau. Sementara, dua sekolah lainnya menerapkan kurikukum nasional dan mendapatkan akreditasi A dari Badan Akreditasi Nasional (BAN).
Lalu, bagaimana kisah dan tantangan para guru hebat dalam mendidik dan mengajar Gen A di sekolah unggul ini?
Salah satu guru Bahasa Mandarin SD-SMA di Sekolah Mutiara Harapan, Sylvani membagikan pengalamannya. Sylvani mengatakan tantangan menjadi guru Gen A adalah membangun minat anak didik untuk belajar bahasa Mandarin.
Sylvani juga mengakui pekerjaannya tidak mudah. Namun, semangatnya selalu berkobar saat melihat wajah anak-anak yang akan menjadi generasi penerus bangsa tersebut. Sylvani merasa dirinya bertanggungjawab mempersiapkan mereka untuk membangun bangsa ini lebih baik lagi.
“Harus kreatif dan inovatif, sehingga anak-anak Gen A menjadi semangat belajar Bahasa Mandarin. Juga, memberikan pemahaman, bahwa mereka harus menguasai Bahasa Mandarin yang merupakan bahasa internasional kedua setelah bahasa Inggris,” ujar Sylvani.
Sylvani mengaku bangga menjadi guru bagi Gen A. Dia juga menyebutkan akan tetap mengajarkan anak-anak selama mungkin.
Strategi yang sedikit berbeda dalam mengajar Gen A diterapkan Guru Geografi SMA Plus Taruna Andalan, Ibrahim Said. Jika Sylvani menerapkan kreatifitas dan inovatif, Ibrahim menerapkan sikap keterbukaan dan kejujuran dalam mendidik Gen A.
Menurut Ibrahim, Gen A memiliki perasaan yang lebih sensitif. Dan itu berarti bagus, karena para guru bisa mendekati mereka dengan keterbukaan dan kejujuran. Dengan demikian, guru bisa mengetahui apa kesulitan anak didik dan menemukan formulasi tepat untuk membantu mereka.
“Mengajar generasi Alfa memang sangat menantang, anak-anak ini lebih sensitif perasaannya. Stategi saya dalam mengajar adalah keterbukaan dan kejujuran, tak mengapa jika mereka kesulitan mengerjakan tugas asal mereka terbuka kepada saya mengenai alasannya sehingga saya bisa membantu mereka,” papar Ibrahim.
Ditambahkan guru lulusan S2 Ilmu Geografi di Universitas Gajah Mada ini, menjadi seorang guru berarti harus siap menjadi inspirasi. Karena, menurut Ibrahim, guru yang baik adalah guru yang keren dan menjadi inspirasi anak didiknya.
Menjadi pendidik Gen A, berarti juga harus terjun dan masuk di dunia mereka yang penuh peralihan masa remaja dalam mencari jati diri. Metode ini diterapkan oleh Guru SD Global Andalan di Estate Cerenti, Esra Palentina Samosir.
Menurut guru kelas 6 ini, anak didiknya sedang berada di fase menjari jati diri menuju masa remaja. Untuk dapat memahami mereka, dia harus masuk dalam dunia anak didiknya. Bahkan, Esra sampai belajar K-Pop hingga aplikasi Tik Tok.
“Kalau ingin memahami Gen A, saya harus menyelami dunia mereka. Lalu, saya akan belajar meningkatkan kapasitas saya, sehingga bisa memberikan lebih banyak ilmu kepada anak murid saya,” jelas Esra.
Esra bertekad, walaupun mengajar di lokasi yang jauh dari pusat keramaian kota, namun dirinya tak akan berhenti belajar dan memberikan yang terbaik untuk anak didiknya. Bahkan, berkat kegigihannya, pada tahun 2018, Esra meraih juara 1 dalam Sayembara Tulisan Inspiratif Bersama Kuark.
“Guru juga tidak boleh berhenti belajar,” tegas Esra.*