BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Sejak tahun 1640-an, VOC dan kemudian pemerintah Hindia Belanda sudah menggunakan tentara pribumi di dalam KNIL (Koniklijk Nederlands Indische Leger, Tentara Kerajaan untuk Hindia Belanda).
Dikutip dari buku ‘Perang Terlama Belanda, Kisah Perang Aceh 1873-1913’, yang ditulis Nino Oktorino, ada dua alasan mengapa VOC dan pemerintah Hindia Belanda menggunakan tenaga pribumi dalam tentaranya.
Pertama, orang Eropa terlalu lemah untuk dihadapkan ke peperangan di daerah tropis. Prajurit Eropa terlalu cepat mati ketika menghadapi ganasnya hutan.
Alasan kedua, penduduk lokal lebih kuat berperang di alam mereka sendiri. Sejarah mencatat, beberapa perang besar antara Hindia Belanda dan kerajaan di Nusantara, tentara pribumi menjadi faktor utama kemenangan.
Akhirnya, banyak direkrut tentara pribumi, terutama dari Ambon dan juga Jawa. Pasukan inilah yang banyak berjasa kepada Hindia Belanda.
Namun, sebagaimana kecurigaan para prajurit dan perwira Belanda totok, prajurit KNIL ini, terutama dari Jawa, menjadi tentara bukan karena mereka setia kepada Ratu Belanda.
Prajurit Jawa ini, kebanyakan berasal dari Yogyakarta, Surakarta, Rembang, Jepara, Pekalongan, Semarang, hingga Madiun, menjadi tentara karena satu alasan, kehidupan lebih baik.
Umumnya para tentara pribumi ini sebelum masuk tentara adalah petani penggarap yang miskin. Dengan menjadi tentara, kehidupan mereka menjadi lebih baik.
Setiap tahunnya, sejak Perang Aceh dimulai, pemerintah Hindia Belanda merekrut hingga 3,000 prajurit pribumi Jawa. Jumlah ini mencapai puncaknya pada tahun 1876, yakni 5,500 orang, sebelum kemudian stabil di 3,000 orang per tahun.
Pemerintah Hindia Belanda menyediakan rumah dan uang pensiun bagi tentara KNIL. Mereka juga memiliki gaji yang lebih baik daripada rata-rata penduduk Hindia saat itu.
Maka, saat prajurit KNIL pribumi ini bertempur, mereka tidak bertempur demi ideologi kesetiaan kepada Ratu Belanda. Mereka hanya bertempur demi memperoleh nafkah. (bpc4)