BERTUAHPOS.COM – Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa, mengungkap dugaan kasus pengadaan barang fiktif di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Pekanbaru.
Dalam OTT yang dilakukan pada Senin 2 Desember 2024 malam, KPK menyita uang lebih dari Rp 1 miliar dan menyegel sejumlah ruangan penting.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, menjelaskan bahwa Risnandar diduga membuat laporan pertanggungjawaban fiktif atas sejumlah pengeluaran pemerintah daerah. Modus korupsi ini melibatkan pengambilan uang tunai dengan dalih pembelian kebutuhan kantor, namun barang yang tercatat tidak pernah ada.
“Ada pengambilan uang tunai, kemudian dibuat bukti pengeluaran fiktif. Misalnya alat tulis kantor, hanya ada kwitansi, tapi barangnya tidak ada,” ujar Alexander di Denpasar, Bali, Selasa 3 Desember 2024.
Alexander mengungkapkan, kasus ini merupakan contoh klasik manipulasi sistem keuangan daerah. “Ini adalah modus lama yang masih ditemukan hingga sekarang. Bukti pertanggungjawaban keuangan dibuat fiktif tanpa melibatkan pihak swasta,” tambahnya.
KPK menemukan bahwa pengeluaran fiktif ini dikendalikan langsung oleh Risnandar bersama beberapa pejabat di Pemkot Pekanbaru. Uang yang diambil kemudian didistribusikan untuk kepentingan lain yang belum terungkap.
Dalam OTT tersebut, KPK menyegel ruang kerja Pj Wali Kota Risnandar Mahiwa di Kompleks Perkantoran Tenayan Raya, ruang transit Sekretaris Daerah Kota Indra Pomi Nasution, serta beberapa ruangan pejabat terkait. Alexander memastikan bahwa kasus ini sepenuhnya melibatkan Aparatur Sipil Negara (ASN) tanpa keterlibatan pihak swasta.
“OTT terhadap Risnandar Mahiwa sudah direncanakan sejak beberapa bulan lalu setelah KPK mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik). Saat ini, tim KPK masih mendalami kasus dan memeriksa sejumlah pejabat yang terlibat,” ujar Alexander.
Alexander menegaskan, praktik seperti ini menjadi tantangan besar dalam pemberantasan korupsi di daerah. “Selain mengungkap kebobrokan sistem administrasi, kasus ini juga menyoroti pentingnya transparansi dalam pengelolaan anggaran daerah,” jelasnya.
Ia menambahkan, meski pengawasan sudah diperketat, praktik laporan fiktif masih sering ditemukan di berbagai daerah.
“Saya sudah 20 tahun menjadi auditor dan sering menemukan modus seperti ini. Sayangnya, praktik semacam itu masih dilakukan,” katanya.
Masyarakat kini menunggu hasil penyelidikan KPK lebih lanjut, terutama terkait pihak-pihak yang terlibat dan langkah hukum terhadap penyalahgunaan uang negara. Kasus ini menjadi peringatan keras untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi di pemerintahan daerah.