BERTUAHPOS.COM – Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel, menyatakan bahwa dikabulkannya praperadilan Pegi Setiawan atas penetapan tersangka oleh Polda Jawa Barat belum menuntaskan seluruh permasalahan dalam kasus tersebut.
Menurutnya, beberapa permasalahan lain, perlu ditangani setelah putusan Pengadilan Negeri Bandung terhadap gugatan Pegi Setiawan. Salah satunya adalah proses hukum terhadap saksi Aep yang dianggap memberikan keterangan palsu.
“Keterangan palsu Aep, menurut perspektif saya, sangat merusak pengungkapan fakta. Persoalannya, keterangan palsu ini berasal dari mana? Apakah dari dirinya sendiri atau dari pengaruh eksternal? Jika dari pihak eksternal, siapakah itu?” kata Reza dalam keterangannya di Jakarta, dilansir pada Selasa, 9 Juli 2024.
Selain itu, Reza juga menyoroti saksi Sudirman yang memiliki perbedaan intelektual dan kemungkinan termasuk individu dengan tingkat suggestibility tinggi. Kondisi ini membuat Sudirman menjadi sosok yang rentan. Ingatan, perkataan, dan cara berpikirnya bisa berdampak kontraproduktif bahkan destruktif bagi proses penegakan hukum.
“Perlu pendampingan untuk menetralisasi pengaruh eksternal yang bisa ‘menyalahgunakan’ saksi seperti Sudirman,” tutur Reza.
Reza juga menyinggung patahnya narasi Polda Jabar yang menyebut Pegi sebagai otak pembunuhan berencana. Hal ini berdampak serius terhadap nasib kedelapan terpidana.
“Bagaimana otoritas penegak hukum dapat mempertahankan tesis bahwa kedelapan terpidana itu adalah kaki tangan Pegi? Apakah mereka benar pelaku pembunuhan berencana ketika interaksi antara terpidana (eksekutor) dengan Pegi (mastermind) ternyata tidak pernah ada?” ungkap Reza.
Tak hanya itu, Reza menyoroti kerja ilmiah Polda Jabar yang selama ini hanya membahas terkait DNA, CCTV, dan otopsi mayat. Ia terus mendorong eksaminasi terhadap investigasi ilmiah Polda Jabar pada 2016.
“Saya mencatat ada satu hal yang belum pernah diangkat, yaitu bukti elektronik berupa detail komunikasi antarpihak pada malam ditemukannya tubuh Vina dan Eky di jembatan pada 2016,” katanya.
Ini termasuk komunikasi via gawai yang dilakukan oleh masing-masing korban dengan pihak-pihak yang mereka kenal. “Siapa, dengan siapa, tentang apa, dan jam berapa. Itulah empat hal yang semestinya diperlihatkan sebagai alat bukti. Sekali lagi, siapa menghubungi siapa terkait apa pada jam berapa,” ujarnya.
Reza berkeyakinan bahwa Polda Jabar memiliki data yang diekstrak dari gawai para pihak tersebut dan data ini sangat potensial mengubah nasib seluruh terpidana kasus Vina Cirebon.***