Oleh: Melba Ferry Fadly
Minyak bumi kita mulai habis? Jika Anda percaya kalau tanah Indonesia ini istimewa, maka sikap pesimistis seperti itu tak seharusnya ada. Kita punya Sumur MNK Gulamo yang luar biasa, dipersiapkan menjadi tabungan untuk anak dan cucu kita.
Hari itu, Senin, 23 Oktober 2023, panas bedengkang (terik, bahasa Melayu) pada siang menjelang petang, mempertegas profil bayang-bayang hitam besi kokoh yang tepancang di tanah gersang. Di sekitar pancang besi menjulang itu, terlihat tumpukan material lain. Walau sudah ditata, jika dilihat dari udara, kawasan ini seperti puing-puing.
Tonggak besi itu berfungsi menopang Rig berukuran besar untuk melubangi tanah sedalam ribuan meter, mengebor minyak yang terperangkap di butiran pasir halus ber-permeabilitas rendah.
Ini adalah Sumur Gulamo. Sumur ini, masih bagian dari Wilayah Kerja (WK) Rokan. Secara administrasi, lokasinya berada di Desa Sei Keladi, Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), Riau.
Puluhan perwira silih berganti, tampak sibuk dengan tugasnya sendiri-sendiri. Aktivitas mereka boleh dikatakan 24 jam tanpa henti, dibagi dalam dua shift.
Berada jauh dari sekitar pemukiman, membuat mereka harus mengalah dengan hasrat untuk menikmati hiburan. Waktu kosong, paling diisi dengan melepas rindu pada keluarga lewat video call-an. Bagi mereka, apa yang dikerjakan ini, adalah sebuah pengabdian.
“Ini adalah tanggung jawab besar. Di sini, negara menggantungkan harapan untuk anak cucuk ke depan,” kata Drilling Supervisor di Sumur MNK Gulamo, Aga Brandon Manik, bercerita. Baginya dan rekan-rekan perwira, kepercayaan ini harus segera diselesaikan.
Aga mengatakan, prosedur kerja di Sumur Gulamo jauh lebih kompleks dibanding sumur konvensional. Karena ini sumur eksplorasi, ada banyak hal yang belum diketahui, membuat mereka bekerja dengan sesuatu yang tak pasti. Apapun, bisa saja terjadi. “Di sini risikonya lebih tinggi,” ujarnya lagi.
Tugas Aga di sini, terbilang berat. Namun, yang paling utama, dia harus memastikan semua kru bisa pulang dengan selamat.
“Saya harus memastikan rekan-rekan bisa berkumpul dengan keluarga. Selain itu Kedua, saya harus menyelesaikan sumur ini sesuai dengan yang diinginkan oleh stakeholder. Semua bisa dikatakan baik kalau seluruh objektif terpenuhi. Kita di sini eksplorasi, untuk cari potensi Migas,” ujarnya.
Berkenalan dengan Migas Non Konvensional
Migas Non Konvensional (MNK) Tight Reservoir adalah hidrokarbon yang terbentuk dan terkekang pada batuan reservoir (rumah minyak bumi) klastik berbutir halus, dan ber-permeabilitas rendah di dalam zona kematangan, yang hanya ekonomis apabila diproduksikan melalui pengeboran horizontal dengan menggunakan teknik stimulasi perekahan hidrolik (hydraulic fracturing).
“Migas itu terjebak dalam butiran halus (batu lempung)—yang lebih halus dari pasir—sehingga membentuk batuan non konvensional,” kata Ketua Teknik Tim Gugus Tugas Rokan NMK, Wikan Winderasta.
Butiran harus ini banyak mengandung endapan material organik. Terpendam ribuan kilometer di dalam tanah, secara bertahap mengalami pemanasan oleh tekanan tinggi, membuat material organik tadi berproses secara geologi dalam kurun waktu jutaan tahun. Lewat tahapan ini, butiran halus itu menjadi batuan induk yang mengandung minyak bumi dan gas alami.
Adanya Sumur MNK Gulamo, berkat hadirnya sumur konvensional. Di sumur konvensional, batuan induk yang terpanaskan, menghasilkan minyak dan gas, mengikuti proses pelepasan lewat tekanan, akan lebih mudah keluar dari batuan induk. Lalu, diperangkap menuju ke lapangan konvensional yang lebih dangkal. “Seperti itulah proses yang terjadi di lapangan Migas Minas dan Duri,” jelas Wikan.
Namun, tak semua minyak bumi di batuan induk yang lepas tadi, terperangkap ke lapangan konvensional, melainkan juga turut terperangkap ke dalam butiran batuan halus (lempung). “Nah, ini lah ‘dapurnya’. Dapur ini yang sekarang dituju sebagai target dari MNK,” tambahnya.
Secara teoritis, yang bisa dikeluarkan dari batuan induk tadi tidak cukup besar. Hanya sekitar 10-20 persen yang kemudian terjebak di lapangan konvensional. Sisanya, 80 persen terperangkap di non konvensional.
“Dengan demikian, proses produksinya akan langsung menyasar batuan induk. Makanya, cadangan Migasnya sangat besar, karena yang kita targetkan adalah dapurnya langsung,” ungkapnya.
Namun, untuk melepaskan Migas yang terperangkap di butiran batuan halus itu bukan pekerjaan mudah. Karena pori-porinya tak ada. Beda dengan lapangan konvensional yang banyak pori-porinya. Di-bor. Lalu, dipasang pompa, minyaknya langsung keluar.
Sedangkan di batuan lempung, bahkan hampir tak ada kemampuan untuk mengalirkan minyak keluar. Sehingga diperlukan teknologi khusus. Caranya, direkahkan atau dipecahkan. Barulah minyak itu dapat mengalir keluar.
Sumur MNK berbeda dengan sumur konvensional. Perbedaan paling mendasar dapat dilihat dari bentuknya. Jika di sumur konvensional bentuknya vertikal (tegak), maka di sumur MNK bentuknya horizontal (mendatar), yang berfungsi untuk perekahan lebih banyak. “Hanya akan ekonomis jika menggunakan sumur horizontal ketimbang sumur vertikal,” sambung Wikan.
Perbedaan lainnya, jika kedalaman pipa di sumur konvensional paling 100 ft (300-an meter ke bawah tanah), maka untuk pipa di sumur horizontal bisa 3-5 kali lipat dari itu, atau butuh 300-500 ft lebih panjang.
Ketua Tim Gugus Tugas Rokan MNK, Hendro Hari Santoso menjelasan lebih sederhana. Dia mengilustrasikan sumur non konvensional seperti ruangan yang di dalamnya terperangkap minyak bumi.
Di sumur konvensional, hanya perlu satu bagian dinding dipecahkan, maka minyak akan mengalir keluar dari rongga itu. Namun di sumur non konvensional, satu ruangan tadi dipenuhi dengan sekat-sekat atau porositas kecil yang menjebak minyak bumi. “Itulah butiran halus tadi,” katanya.
“Supaya minyak bisa keluar, maka sekat-sekat kecil ini harus dipecah dengan sumur horizontal. Kalau ingin lebih banyak minyak keluar, maka harus lebih banyak sumur, supaya lebih banyak lagi sekat-sekat terpecah,” ujarnya.
Bagaimana Hydraulic Fracturing Bekerja?
Hydraulic fracturing (rekahan hidrolik) adalah teknik simulasi yang mana batu direkahkan oleh cairan bertekanan.
Proses ini melibatkan injeksi fracking fluid bertekanan tinggi ke dalam lubang sumur, untuk menciptakan keretakan pada formasi batuan dalam. Dengan demikian gas alam dan minyak bumi akan dapat ruang bebas untuk mengalir.
Sebenarnya, ini bukan teknik yang baru. Percobaan hydraulic fracturing pertama pernah dilakukan pada tahun 1947. Lalu diaplikasikan untuk kali pertama secara komersial di tahun 1950, dan berhasil. Di tahun 2012, ada 2,5 juta pekerjaan hydraulic fracturing telah dilakukan diseluruh dunia di sumur Migas—lebih dari satu juta di antaranya berada di Amerika Serikat (Goerge E, 2012).
Teknik ini umumnya diperlukan untuk mencapai laju aliran yang memadai di gas serpih, gas ketat, minyak ketat bahkan di sumur Migas di lapisan batubara. Namun, ada juga fraktur hidrolik yang terbentuk secara alami pada vena atau tanggul tertentu (Blundell D, 2015).
Di Sumur MNK Gulamo, kata Wikan, proses perekahan dengan teknik hydraulic fracturing akan dilakukan secara bertahap. Fracturing fluida bersamaan dengan butiran pasir, akan dimasukkan ke dalam pipa berongga lalu diberi tekanan tinggi berkali-kali lipat, sekitar 7.000-12.000 psi (pound-force per square inch).
Pasir yang disertakan dalam proses itu, berfungsi untuk menjaga rekahan agar tetap menganga. Dari rongga yang terdapat pada celah-celah pasir inilah minyak bumi dan gas akan mengalir, lalu diperangkap oleh pipa untuk ditarik ke permukaan.
Untuk mendapatkan hasil yang optimal maka diperlukan puluhan hingga ratusan sumur vertikal, agar minyak bumi yang terperangkap bisa diproduksi dalam skala besar. “Itulah mengapa sumur horizontal lebih ekonomis,” kata Wikan.
Di Sumur NMK Gulamo, kata dia, nantinya akan dibentuk per klaster. Dari luas sumur sekitar 2,5 hektare, maka akan dibagi dalam 4-5 klaster. Per klasternya akan dibangun sebanyak 4-5 sumur. Dengan demikian, total yang diperlukan—khusus untuk di MNK Gulamo—sebanyak 50 sumur.
Mengapa MNK Menarik?
Pemerintah Indonesia telah menyiapkan sejumlah strategi dalam rangka mendukung, sekaligus mendorong pengusahaan sumberdaya Migas Non Konvensional, terutama menyangkut tata kelolanya melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 35 Tahun 2021. Di dalamnya, juga mengatur tentang Tatacara Penetapan dan Penawaran Wilayah Kerja Migas.
Wilayah Kerja (WK) Rokan merupakan salah satu wilayah yang dianggap paling potensial, atas dasar berbagai studi. Potensi sumberdaya MNK di WK Rokan berada di formasi Pematang Brown Shale dan Lower Red Bed di beberapa sub-cekungan, pada kedalaman lebih dari 6000 ft.
Sumur MNK Gulamo yang berada di sub-cekungan North Aman dengan rencana total depth 8559 ft MD (measure depth), adalah salah satu dari dua sumur eksplorasi vertikal yang direncanakan oleh PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) — sebagai operator wilayah kerja Rokan—bagi tahapan eksplorasi MNK Rokan. Sumur berikutnya adalah Sumur Eksplorasi MNK Kelok DET-1.
Wikan menjelaskan, optimalisasi sumur MNK terbukti mampu meningkatkan jumlah produksi Migas secara nasional di Amerika Utara, Amerika Serikat, termasuk Kanada dengan teknologi yang sama
Secara spesifik, memang Migas yang terperangkap MNK di tiga negara ini beda dengan Migas yang terperangkap pada batuan lempung di MKN Rokan. “Kalau di Amerika itu kebanyakan batuan berbutir halus dari hasil endapan laut. Kalau di Gulamo dan Kelok, dari endapan danau,” ungkapnya.
Menurut Hendro, secara umum industri Migas di Dunia jika sudah masuk pada tahap matang, maka produksinya akan menurun. Ini merupakan hal yang alamiah terjadi.
Namun bukan berarti jumlah produksinya tak bisa dinaikkan. Salah satunya dengan teknologi ini, karena potensi Migasnya masih ada.
Jika cuma mengandalkan pola konvensional, kemungkinan untuk meningkatkan jumlah produksi Migas akan sangat sulit terjadi.
“Kalau produksinya sudah turun, tak banyak yang bisa kita lakukan. Maka, kita harus mencari cara lain, walau itu juga sulit,” jelasnya.
Mengandalkan MNK—bagian dari upaya mengejar target 1 juta barel/day tahun 2030—masih sangat mungkin untuk dilakukan. Terlebih ada banyak success story industri Migas dunia, seperti Amerika dan China, yang berhasil mengangkat produksi lewat teknologi ini.
Dalam melakukan studi evaluasi potensi (teknis) di MNK Rokan, PHR ber-MoU dengan perusahaan internasional yang telah terbukti berhasil mengusahakan dan mengembangkan sumberdaya MNK di Amerika.
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri tersebut, PHR-pun tengah, dan akan melibatkan Tim Percepatan Pengusahaan MNK yang telah dibentuk oleh Kementerian ESDM. Diperlukan teknologi dan biaya tinggi untuk mengembangkan sumberdaya MNK.
Akuisisi sejumlah data dan uji sumuran tengah dieksekusi pada sumur eksplorasi MNK Gulamo, untuk kemudian akan dilakukan analisa dan menjadi basis bagi tahapan-tahapan pengusahaan MNK selanjutnya dalam berkontribusi dan menjadi bagian dari upaya pencapaian target produksi migas Nasional.
“Oleh karenanya diperlukan tahapan eksplorasi, appraisal, termasuk pilot dan demonstration yang terintegrasi dan terencana dengan baik, sebelum memasuki tahapan pengembangan,” jelas Wikan.
Gulamo memang bukan lokasi baru. Kegiatan operasional dulunya juga pernah dilakukan di kawasan ini. “Tapi, bukan untuk eksplorasi MKN. Ketika itu untuk mencari sumber minyak yang mendukung produksi lapangan konvensional,” telasnya.
Sebesar Apa Potensi Migasnya?
Dalam pemaparannya, Hendro memperlihatkan sebuah grafis lewat layar proyektor. Grafis secara umum menggambarkan seberapa besar potensi Migas yang potensial untuk bisa digarap di sumur MNK WK Rokan. Secara konsep, kata dia, dimana ada lapangan minyak, maka di situ ada potensi MNK.
Di WK Rokan misalnya, setidaknya ada beberapa potensi Migas yang tersebar di North Aman, Shorth Aman, Rangau dan Balam. Sumur MNK Gulamo, berada di North Aman. Ini baru sebatas gambaran yang masuk dalam WK Rokan. “Selain itu, sumur Migas lain (di luar WK Rokan) di Riau juga berpotensi,” jelasnya.
Dalam infografis itu, Hendro menunjuk ke bagian lain untuk mengetahui cadangan Migas sumur NMK, dibandingkan dengan lapangan konvensional. Model sumur minyak itu digambarkan dalam bentuk cekungan.
Kata dia, menurut studi yang dilakukan pada tahun 1998, beberapa potensi Migas bahkan telah dihitung dalam perkiraan angka. WK Rokan disebut Cekungan Sumatera Tengah, dengan perkiraan menyimpan 100 miliar barel minyak bumi, dan 72 juta kubik fit gas alam. Sementara potensi Migas sudah pernah ditemukan sebanyak 25 miliar barel. Dari jumlah tersebut, sudah sekitar 12-13 miliar barel yang berhasil diproduksi
Dari data ini, dijelaskan Hendro, masih ada sekitar 72 miliar barel minyak bumi yang belum ditemukan di Cekungan Sumatera Tengah, terbagi di empat wilayah tadi. Hal itulah yang dianggap menjadi potensi. “Di Gulamo saja, Migas yang diperkirakan masih tersimpan sekitar 2,3 miliar barel. Nanti, setelah dilakukan pengeboran akan dapat dihitung, seberapa besar yang berpeluang untuk kita produksi,” jelasnya.
“Adapun di Sumur MNK Gulamo, masih dalam studi untuk mengetahui performanya. Barulah bisa kita tentukan apa selanjutnya. Lebih kurang seperti itu lah untuk menjawab banyak pertanyaan tentang seberapa besar jumlah cadangan yang ada, dan prosesnya masih cukup panjang,” tambahnya.
Kapan Produksi Puncak MNK?
Menjadi catatan penting, bahwa Sumur MNK Gulamo, adalah sumur eksplorasi. Dalam perjalannya masih diperlukan kajian dan studi mendalam.
Kendati demikian, jumlah produksi di tahap awal sudah dapat diprediksi akan mampu berkontribusi sekitar 500-800 barel oil/day, untuk satu sumur.
Oleh sebab itu, menurut Hendro, diperlukan puluhan hingga ratusan sumur untuk memaksimalkan produksi Migas. Terlebih, pola MNK hanya mampu mendukung produksi Migas dalam jangka pendek.
Walau begitu, dengan perkiraan total jumlah sumur bor yang akan dibangun, dia optimis, sebanyak 20-50 ribu barel oil/day akan mampu diproduksi.
Hendro turut menegaskan, bahwa MNK bukan proyek singkat. Butuh waktu belasan hingga puluhan tahun untuk menikmati hasilnya.
“Tapi kami sangat optimis, upaya ini akan mampu menunjang target produksi Migas 1 juta barel oil/day tahun 2030. Walau tak mudah, tapi tetap harus kita upayakan,” tuturnya.
Dia menambahkan, dalam proses ini ada beberapa tahapan akan dilakukan hingga MNK Gulamo bisa menghasilkan. Pertama, akan dimulai dari kegiatan eksplorasi yang bersifat studi pengambilan data untuk mengetahui seberapa besar kemampuan produksi.
Kedua, tahapan appraisal, yang mana proses penilaian masih akan terus dilakukan. “Tapi di tahap ini sumur-sumur horizontal sudah harus dibangun,” kata Hendro.
Ketiga, memperbanyak sumur eksplorasi, mengingat wilayah kerjanya sangat luas (2-3 kali lipat dari sumur konvensional). Terakhir, keempat, tahapan pengujian MNK secara komersial untuk pengembangan.
Tahapan demi tahapan inilah yang dimaksud Hendro, tak bisa dikerjakan dalam waktu singkat.
“Diperkirakan, untuk kegiatan eksplorasi akan membutuhkan waktu hingga tahun 2024. Lalu, tahapan appraisal mungkin akan berlangsung hingga tahun 2027-2030. Di tahap ini, harapannya sudah menghasilkan Migas. Produksi puncaknya, di tahun 2030 hingga masa kontrak berakhir.
“Diperkirakan sekitar 30 tahunan baru kita bisa mendapatkan hasil yang optimal, sampai seluruh sumur bisa dilakukan pengeboran. Jadi nanti, yang menikmatinya adalah anak, cucu. Ini (MNK) seperti tabungan untuk anak dan cucu kita ke depan,” tuturnya.
Apa Kunci Keberhasilannya?
Hal lain yang masih menjadi pekerjaan rumah, adalah potensi ekonominya, mengingat kegiatan eksplorasi idealnya sejalan dengan kepentingan bisnis (profit).
Hendro menjelaskan, dari studi yang sudah dilakukan Sumur MNK WK Rokan sangat menjanjikan. Namun di sisi lain, perlu upaya lebih ekstra untuk menekan biaya dari sisi operasionalnya.
“Bagi kami, ini adalah sesuatu yang sangat menantang,” ungkapnya. Menjadi menantang karena PT Pertamina Hulu Rokan dituntut mampu berinovasi.
Hendro menyebut, hal ini sejak awal telah didiskusikan dengan pihak terkait yang terlibat dalam proyek itu. Mau tak mau, kalau sudah bicara NMK, maka perlu effort lebih besar.
Keberhasilan mengelola sumur MNK di banyak negara, ucap Hendro, telah melunturkan segala keraguan atas rasa khawatir dari kegagalan.
“AS dan China telah membuktikan bahwa MNK berhasil berkontribusi besar dalam mendongkrak produksi Migas mereka. Kita akan melakukan hal yang sama, tentunya dengan dukungan pemerintah, dan dilakukan secara terintegrasi,” tutur Hendro.
Sementara itu, menurut Wikan, ada dua komponen tak terpisahkan yang jadi penentu keberhasilan proyek ini. Baik dalam kegiatan operasional maupun dari sisi ekonominya.
Pertama, kompeten internal (PHR) yang harus mampu melakukan berbagai inovasi untuk menekan biaya operasional, serendah mungkin.
Kedua, komponen eksternal, dalam hal ini adalah dukungan pemerintah untuk menciptakan termin fiskal (fiscal term), salah satunya dengan Production Sharing Contract (PSC) yang sesuai. “Intinya memang harus saling berkolaborasi, karena investasinya mahal,” tuturnya.
Harapan Besar dari Sumur MNK Gulamo
Ada pernyataan menarik yang disampaikan Menteri ESDM, Arifin Tasrif, saat peresmian tajak pertama Sumur Gulamo pada Juli 2023 lalu. “Ini adalah momen pertama untuk bisa memanfaatkan potensi cukup besar yang kita miliki. Eksplorasi harus dilakukan untuk menjamin ketahanan energi nasional di masa depan,” ujarnya.
Menurutnya, Indonesia telah mengalami lompatan signifikan dalam pertumbuhan penduduk dan ekonomi. Hal ini menandai tantangan masa depan yang lebih berat. Tapi berpeluang menghantarkan Indonesia diperhitungkan secara global. Semua elemen masyarakat, dari pemerintah hingga sektor swasta, harus bersatu untuk mencapai tujuan ini.
“Kita memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu kekuatan ekonomi terkemuka. Namun, hal ini akan dicapai hanya melalui kerja keras dan kebersamaan,” ujarnya.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah fondasi kesejahteraan bagi semua warga negara. Dengan upaya bersama, Indonesia berharap bisa mengubah mimpi kesejahteraan menjadi kenyataan, lewat hadinya Sumur MNK Gulamo.
Dia berharap, pengeboran Sumur Gulamo Eksplorasi MNK ini tak berhenti hanya tahap uji sampel dan analisis sumur. “Setelah ini harus dilanjutkan sebagai sumur pilot fracturing hingga dapat membuktikan produktivitas dan menjadi awal pengembangan MNK di Indonesia,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengungkapkan bahwa pengeboran Sumur MNK Gulamo merupakan salah satu dari empat strategi SKK Migas dalam road to giant discovery Migas di Indonesia. “Jadi, apa yang dilakukan ini adalah masih bagian dari sentral sumatra basin. Tentulah kita semua berharap sumur ini dapat membuka jalan untuk mengakses MNK,” ungkapnya.
Sebagai tuan rumah, Gubernur Riau, Syamsuar pun turun menyatakan dukungannya. “Bagi Riau, ini sangat luar biasa. Kami menyambut baik,” ungkapnya.
Namun, Syamsuar turut mengingatkan bahwa hal yang lebih penting dari semua kegiatan ini adalah keselamatan kerja.
“Jangan sampai ada lagi kecelakaan, dan harus memperhatikan keselamatan dalam bekerja itu yang harus utama,” tegas Syamsuar.***