BERTUAHPOS — Tren kopi keliling di Pekanbaru bukan sebatas FOMO. Ekonom menilai bahwa ini telah menjadi model bisnis yang adaptif dan efisien. Selain itu, akademisi melihat ini sebagai bagian dari aspek gaya hidup gen Z yang mengedepankan sisi praktis, terjangkau dan lebih dekat dengan konsumen.
Fenomena kopi keliling tengah menjamur di berbagai sudut Kota Pekanbaru. Mulai dari gerobak sepeda, motor, hingga mobil menjadi kedai kopi berjalan yang menyuguhkan racikan kopi ala kafe dengan harga yang jauh lebih terjangkau. Lantas, apakah ini sekadar FOMO (Fear of Missing Out) atau strategi bisnis yang berpotensi bertahan lama?
Di sejumlah titik seperti Jalan Diponegoro, Hang Tuah, dan kawasan sekitar Masjid Raya An-Nur, para pedagang kopi keliling ini rutin mangkal sejak pagi hingga malam. Mereka menawarkan aneka menu, mulai dari kopi susu klasik, cappuccino, matcha latte, hingga salted caramel. Harganya pun bersahabat, berkisar antara Rp8.000–Rp12.000 per gelas, lengkap dengan kemasan estetik yang cocok untuk generasi muda.
Menurut pengamat ekonomi kreatif Regi Suryo, fenomena ini lebih dari sekadar mengikuti tren. Ia menilai kopi keliling justru mencerminkan model bisnis yang adaptif dan efisien.
“Kalau di gerobak bisa murah karena mereka berhasil memotong banyak biaya produksi. Mereka nggak perlu bayar sewa toko, listrik, atau pegawai tambahan,” jelasnya.
Meski terlihat booming dan menjanjikan, sejumlah pengamat mengingatkan agar pelaku usaha kopi keliling tetap menjaga kualitas, konsistensi rasa, dan kebersihan. “Jika ini hanya ikut-ikutan, ya bisa cepat tenggelam. Tapi kalau diseriusi dengan strategi jangka panjang, ini bisa jadi kekuatan baru dalam sektor kuliner lokal,” ujar Regi Suryo.
Hal senada juga disampaikan Dr. Vina Ayu Septiani, peneliti perilaku konsumen dari Jakarta. Ia menilai kehadiran kopi keliling merupakan bentuk inovasi dari pelaku usaha muda, terutama generasi Z.
“Ini bukan sekadar FOMO. Ada aspek gaya hidup di situ, praktis, terjangkau, dan dekat dengan konsumen. Mereka juga cepat beradaptasi dengan tren kemasan, rasa, hingga strategi promosi lewat media sosial,” katanya kepada GoodStats.
Dari sisi konsumen, kopi keliling menjadi alternatif yang menyenangkan. Selain hemat waktu dan uang, mereka bisa menikmati kopi tanpa harus masuk ke kafe atau antre panjang.
Tren ini juga menjadi ruang kreatif bagi banyak anak muda yang ingin mencoba usaha sendiri. Tanpa perlu modal besar, mereka bisa memulai dari skala kecil dengan memanfaatkan kendaraan pribadi atau gerobak sederhana.
Kesimpulannya, kopi keliling bukan hanya sekedar gaya hidup instan atau efek FOMO semata. Ia hadir sebagai refleksi perubahan perilaku konsumsi masyarakat urban dan peluang usaha yang tumbuh dari semangat inovasi generasi muda. Pekanbaru sedang mengalami transformasi dalam budaya ngopi lebih dekat, lebih cepat, dan lebih merakyat.***
— Habibie
Simak berita lainnya tentang Coffee Shop
































