BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Tim Kejaksaan menangkap Arya Wijaya. Direktur Utama PT Saras Perkasa, terpidana korupsi kredit fiktif di Bank Riau Kepri senilai Rp35,2 miliar lebih. Terpidana diamankan di Provinsi Banten, setelah sempat menjadi buronan
Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Raharjo Budi Kisnanto, membenarkan hal tersebut. Dikatakan Raharjo, Arya Wijaya ditangkap saat berada di Bhuvana Residence, Jalan Palem Puri, Kelurahan Pondok Pucung, Kecamatan Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan, Banten, Kamis (21/4) sekitar pukul 17.15 WIB.
“Buronan ditangkap di Tangerang Selatan, Banten,” ujar Raharjo, Kamis malam.
Saat ini, kata Raharjo, terpidana akan dibawa ke Pekanbaru untuk dieksekusi. Hal itu mengingat perkara tersebut telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah sejak tahun 2016 lalu.
Diterangkan Raharji, Arya Wijaya menyandang status terpidana berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 332K/Pid.Sus/2015 tanggal 11 Januari 2016. Dia dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama dengan kerugian negara sebesar Rp35,2 miliar.
“Dia divonis 15 tahun penjara, dan denda sebesar Rp1 miliar subsidair pidana kurungan selama 8 bulan,” sebut Raharjo.
“Terpidana juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp2 miliar subsidair 2 tahun penjara,” pungkas mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Semarang, Jawa Tengah (Jateng) tersebut.
Sebelumnya pada sidang yang digelar Senin (24/5) tahun 2014 lalu, majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru menjatuhkan putusan lepas atau Onslaacht kepada Arya Wijaya. Hakim menilai dia tidak terbukti sebagai perbuatan pelanggaran pidana, melainkan perkara perdata.
Padahal Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat itu menuntut Arya selama 15 tahun penjara, denda sebesar Rp1 miliar atau subsidair 6 bulan penjara. Dia juga dituntut membayar denda Rp35,2 miliar subsidair 8 tahun penjara.
Menurut JPU, Arya terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) Undang-undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Putusan ini berbeda jauh dengan vonis yang dijatuhkan terhadap Dirut PT BRK Zulkifli Thalib (berkas terpisah) yang divonis selama 4 tahun penjara.
Untuk diketahui, kasus ini bermula pada 2003 lalu. Saat itu Arya Wijaya yang berencana melanjutkan pembangunan Ruko dan mal di Komplek Batu Aji, Batam, dan menemui Dirut BRK Zulkifli Thalib, untuk menyampaikan maksudnya itu.
Selaku Direktur, Arya Wijaya mengajukan kredit kepada BRK. Arya meyakinkan bisa meneruskan bangunan mal dan meminta penambahan kredit Rp55 miliar. Sebagai jaminan, berupa deposito di Bank BNI 46 sebesar Rp100 miliar.
Belakangan, jaminan itu tidak diserahkan Arya. Akhirnya, pihak bank hanya mengucurkan kredit dengan plafon Rp35,2 miliar. Namun ternyata, pembangunan mal dan Ruko tersebut terhenti, karena Arya Wijaya tak sanggup membayar utang pinjaman kepada BRK. Akibatnya, kasus ini masuk kategori kredit macet.***(bpc17)