BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Juru Bicara Percepatan Penanganan Covid-19 Riau dr Indra Yovi mengatakan, Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) Nomor HK.01.07/MENKES/413/2020, dengan sendirinya ikut melemahkan metode penangan Covid-19.
Kondisi ini juga terjadi di Riau, di tengah tingginya jumlah kasus konfirmasi Covid-19. Indra Yovi mengatakan, bila isolasi mandiri dilakukan terhadap pasien positif Covid-19 tanpa gejala maupun dengan gejala ringan seperti yang tertuang dalam Kepmenkes itu, maka menjadi titik lemah dalam upaya penanganan corona.
“Pemprov Riau yang sebelumnya memutuskan mengisolasi seluruh pasien terkonfirmasi positif Covid-19 di rumah sakit, harus mengubah langkah penanganan mengikuti Kepmenkes tersebut,” ujarnya dapam konferensi pers, Minggu, 30 Agustus 2020.
Berdasarkan pedoman pencegahan dan pengendalian Covid-19 dalam Kepmenkes, Pemprov Riau tidak lagi melakukan isolasi OTG maupun orang dengan gejala ringan di rumah sakit. “Tapi isolasi mendiri di rumah atau di tempat isolasi yang telah disediakan pemerintah,” ujarnya.
Baca: Riau Wacanakan PSBB Terbatas.
Melihat angka peningkatan kasus konfirmasi positif covid-19 dalam kurun waktu satu bulan, yakni pada periode Juli hingga Agustus 2020, Provinsi Riau mencatat adanya eskalasi kasus yang sangat luar biasa, mencapai 1.200 kasus.
Penambahan kasus ini pun menjadi rekor tertinggi yang dicatat oleh Pemerintah Provinsi Riau selama masa pandemi. Di mana, momentumnya juga bersamaan dengan terbitnya Kepmenkes 413 yang ditangani Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto pada tanggal 13 Juli 2020.
Baca: Jubir Covid-19 Riau: Pemko Jangan Aneh-aneh.
“Saya setuju, isolasi mandiri ini menjadi titik lemah kalau tidak disupervisi dengan baik. Karena saya mengalami sendiri, pasien yang disuruh isolasi mandiri, tiba-tiba datang ke rumah sakit, padahal belum waktunya,” uangkapnya.
Perlu Pengawasan Langsung
Dia mengatakan, isolasi mandiri terhadap pasien terkonfirmasi positif Covid-19, tidak bisa dikendalikan bila tidak ada pengawasan langsung, baik dari petugas Puskesmas maupun oleh perangkat desa, kelurahan atau masyarakat sekitar.
“Kita harus sampaikan sekarang, pasien yang menjalani isolasi mandiri harus dipantau oleh masyarakat, kalau selama 14 hari dia di rumah, dia tidak boleh keluar atau coba-coba keluar rumah,” ujarnya.
“Ini (isolasi mandiri) memang menjadi titik lemah, tapi titik lemah ini harus diperkuat dengan kemampuan kita untuk mensupervisi, atau memantau dan mengawasi,” tambahnya. (bpc2)