BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — memaknai kemerdekaan republik Indonesia ke 75, Senin, 17 Agustus 2020, generasi bangsa dianggap perlu memahami kesatuan dan persatuan republik ini.
Hal ini diutarakan oleh Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Riau Prof Dr Alaiddin Koto, kepada bertuahpos.com, 17 Agutsus 2020 di Pekanbaru. (Baca: Akan Bubarkah NKRI?)
“Di negeri ini, saling percaya itu dituangkan dalam konsensus nasional dengan nama Pancasila. Inilah yang dijadikan dasar dan sekaligus ‘buhul’ (makna) pemersatu bangsa yang secara etnis, budaya dan agama sangat beragam,” ungkapnya.
Menurut Alaiddin Koto, buhul inilah, agaknya, yang disebut dalam cetak biru Zionis hanya akan tinggal sebagai pajangan yang tidak punya kekuatan apapun. Karena sudah dilemahkan oleh berbagai kepentingan melalui penafsiran-penafsiran parsial, agar buhul itu ‘robek’ atau ‘putus’ sedikit demi sedikit.
“Sehingga tidak bisa lagi menjadi pengikat kekuatan bangsa Indonesia. Kalau toh masih ada, hanya tinggal sekedar simbol tanpa makna dan tanpa kekuatan apa-apa,” ungkapnya.
Makna Pancasila Jangan Diutak-atik
Pertanyaan berikutnya adalah, ‘mungkinkah buhul itu ‘robek’, dan akhirnya ‘putus’ sesuai harapan dalam cetak biru Zionis? Dan Indonesia bubar atau menjadi negara kecil-kecil?
Membaca fenomena dan gelagat negara, atau kelompok-kelompok tertentu yang kini mulai nampak ‘bermain’ di negeri ini, muncul asumsi, bahwa buhul itu kini sedang diutak-atik untuk dilemahkan.
Atau mungkin dijadikan ‘mainan’ yang lama-kelamaan, membuat anak-anak bangsa tidak memahami sejarah, menganggap bahwa Pansacila sebagai sumber masalah — sebagaimana agama juga dijadikan ‘sasaran tembak’ untuk dihilangkan perannya dalam negara, karena dianggap penghalang kemajuan.
Kalau usaha ini berjalan terus dan tidak ada yang membendungnya, maka Pancasila memang akan tinggal sebagai pajangan tanpa makna. Lalu dibuang. Diganti dengan yang lain.
Maka bubarlah Negara Kesatuan Republik Indonesia, seperti yang diinginkan dalam cetak biru Zionis tersebut. “Lalu, apakah kita mau?” tanyanya.
Guru besar ini mengungkapkan, siapa saja yang dari dalam hatinya mencintai republik ini, tidak akan pernah rela cita-cita Zionis berhasil diterapkan.
“Apapun yang ada padanya akan dipertaruhkan untuk tetap tegaknya NKRI sebagai bangsa dan Negara berdaulat, sebagaimana dilakukan oleh para pejuang dan pendiri bangsa dulu.”
“Segenap warga negara kini sudah bisa menilai siapa-siapa saja yang benar-benar mencintai Indonesia dari dalam hatinya, dan siapa-siapa pula yang hanya berkoar-koar di mulut, tapi tidak di hatinya,” terangnya.
Sikap Terhadap Pancasila Jadi Ukuran Kecintaan Tanah Air
Sikap terhadap Pancasila agaknya dapat dijadikan ukuran ada atau tidak, besar atau kecilnya kecintaan seseorang terhadap negeri ini. Semakin tinggi reaksinya ketika Pancasila diolok-olok, semakin kuat dugaan bahwa orang itu benar-benar mencintai Indonesia dalam hati.
Alaidin percaya bahwa orang seperti ini tidak punya kepentingan apapun selain tetap tegaknya NKRI di atas bumi ini. Menjadikan sikap terhadap Pancasila sebagai ukuran karena, Pancasila adalah pandangan hidup, jati diri, dan buhul yang akan mementukan tetap tegak atau bubarnya Indonesia.
“Ketika seseorang bereaksi cepat saat melihat Pancasila diolok-olok dan atau diutak-atik, berarti yang bersangkutan melihat ada pihak yang sedang memutus buhul dan mencabik cabik kpribadian bangsa,” ungkapnya.
“Maka, dari alur berfikir seperti di atas, saya berpendapat, bubar atau tidaknya NKRI, tergantung kepada besar atau kecilnya jumlah rakyat — termasuk para elit — yang masih punya ghirah dengan Pancasila,” ungkap Alaiddin.
“Kalau yang banyak adalah yang tidak punya kepedulian Pancasila di main-mainkan, maka blue print Zionis akan terwujud tanpa suasah payah. Namun, bila yang banyak adalah yang punya ghirah dan sensitifitas tinggi dengan Pancasila, maka bangsa ini akan tetap kokoh. Karena buhulnya masih kokoh, dan terus kokoh. Buhul itu akan membuat ‘takkan Indonesia hilang di bumi’. Kemerdekaan Republik Indonesia akan tetap utuh, abadi.”
(bpc2)