BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Apa yang dilakukan Kapolri Jendral Idham Aziz — mengeluarkan maklumat pelarangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut FPI — dianggap sebuah tindakan pembatasan hak tidak pada jalur yang tepat.
Hal ini diungkapkan oleh Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera [PKS] Hidayat Nur Wahid. Dia mengatakan hal yang perlu dipahami oleh Jendral Idham Aziz selaku Kapolri, bahwa pembatasan hak yang dilakukan harusnya melalui Undang-Undang.
“Bukan berdasarkan maklumat Kapolri, apalagi hierarki aturan hukum di Indonesia tidak mengenal istilah maklumat Kapolri,” kata Hidayat seperti dikutip dari CNNIndonesia.com, Sabtu 2 Januari 2021.
Maklumat yang dikeluarkan itu, telah menuai banyak protes, termasuk pada kalangan pers di Tanah Air. Pada Pasal 2d — dalam maklumat Kapolri tersebut — dia menilai larangan itu memang ‘menabrak’ aturan yang tertuang dalam konstitusi UUD 1945.
Masyarakat tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI, baik melalui website maupun media sosial [bunyi Pasal 2d maklumat Kapolri]. Menurut Hidayat Nur Wahid Undang-Undang secara jelas mengatur soal ketentuan kebebasan mendapatkan dan mencari informasi itu merupakan hak yang bersifat derogable (bisa dibatasi), sesuai dengan ketentuan Perundang-Undangan berlaku
“[Kami] khawatir bahwa maklumat yang dikeluarkan oleh Kapolri itu akan berdampak pada pengusutan kasus penembakan enam laskar FPI oleh pihak kepolisian yang kini tengah aktif diberitakan media massa,” jelasnya.
Hidayat Nur Wahid mengatakan, soal kasus yang menimpa enam laskar FPI sebelumnya kini menjadi perhatian publik. Maka tidak menutup kemungkinan maklumat seperti yang dikeluarkan oleh Kapolri Jendral Idham Aziz akan berdampak kepada pengusutan tuntas dan adil terhadap kasus yang oleh banyak pihak disebut masuk kategori pelanggaran HAM berat tersebut.
Solusinya, menurut Hidayat, Kapolri Idham Aziz harus melakukan revisi substansi pada poin 2d dalam maklumat yang dia keluarkan. Langkah itu akan memberikan kejelasan bahwa pasal tersebut hanya berkaitan soal penyebaran berita bohong, SARA, dan sejenisnya.
“Agar tidak terjadi ketidakjelasan di lapangan, sehingga berujung kepada kriminalisasi terhadap banyak orang, termasuk para jurnalis yang ingin melaksanakan hak asasi mereka terkait dengan memperoleh dan mencari informasi terkait FPI,” kata dia. (bpc2)