BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Riau menuding Menteri Investasi Bahlil Lahadalia telah ingkar atas janjinya untuk berdialog dengan masyarakat Pulau Rempang terkait kasus penggusuran yang tengah hangat.
Direktur Eksekutif WALHI Riau, Even Sembiring, mengatakan bahwa kehadiran Bahlil di Pulau Rempang justru melahirkan potensi konflik antara masyarakat. Bahkan kehadirannya di Pantai Melayu bukan untuk berdialog dengan masyarakat.
“Selama dua hari berkunjung ke lokasi tersebut, Bahlil hanya melakukan dialog dengan beberapa masyarakat pada Minggu (17/09/2023), dan bertemu dengan ratusan warga pada Senin (18/09/2023) sebagai corong investor dengan mempertegas sikap negara untuk menggusur masyarakat tiga kampung tua (Sembulang, Tanjung Banun, dan Dapur Enam). Tidak ada dialog, yang ada hanya sikap kekeh untuk melanjutkan investasi,” katanya.
Even Sembiring menyebut, selain ingkar membangun dialog dan mendengar masyarakat, Bahlil hanya sekedar menggambarkan keindahan investasi, namun sama sekali tidak menggambarkan potensi dampak buruk terhadap lingkungan dan masyarakat di Pulau Rempang akibat kehadiran investasi
Dijelaskan, pertemuan terbuka di hari Senin juga dilakukan dadakan, sehingga tidak semua masyarakat yang akan digusur dapat hadir. Menurut Evan, rencana pembangunan Rempang Eco-City yang akan diawali pembangunan pabrik kaca merupakan salah satu kegiatan usaha berisiko tinggi, yang wajib mempunyai AMDAL.
“Artinya, kegiatan ini harus diawali konsultasi dengan masyarakat terdampak, masyarakat tiga Kampung Tua yang disebut Bahlil harus digusur untuk investasi Xinyi, perusahaan asal Republik Rakyat Tiongkok yang bekerja sama dengan PT Makmur Elok Graha (MEG) dan BP Batam. Dari rekaman yang beredar, jelas Bahlil menolak dialog, ia hanya mau didengar tanpa mau mendengar,” sebut Even Sembiring.
Pemberitahuan yang disampaikan Bahlil juga menghadirkan kepanikan di tiga kampung tua di sana, yaitu Kampung Sembulang, Tanjung Banun, dan Dapur Enam. Masyarakat di sana khawatir digusur, terlebih kondisi Pulau Rempang masih tampak seperti daerah operasi militer, Masih dipenuhi aparat gabungan dari TNI, Polri, Satpol PP, dan Pengamanan BP Batam.
Evan Menyebut, masyarakat adat tempatan di Tanjung Banun kini juga kesulitan memenuhi kebutuhan pangan. Sejak awal September, mereka mengurangi aktivitas melautnya karena khawatir digusur. Hal ini yang mengakibatkan kondisi serba terbatas terjadi di kampung tersebut.
“Sebelumnya, kebutuhan pangan di kampung ini cukup terbantu dengan adanya dapur umum yang menerima bantuan dari banyak pihak,” tambahnya.
Sayangnya, dapur umum ini kini sulit menerima bantuan dan ditemukan karena spanduk yang bertuliskan Dapur Umum Kemanusiaan Rempang Galang diturunkan karena masyarakat khawatir diintimidasi oleh pihak Kepolisian.
Hal ini tercermin dari peristiwa pemanggilan terhadap orang yang memberikan bantuan kepada warga sebagai bentuk solidaritas. dengan berbagai pertanyaan bahkan sampai memanggil pihak-pihak yang mencoba untuk membantu warga Tanjung Banun dari krisis Pangan pasca tidak dapat lagi bekerja.
“Terkait kondisi ini, WALHI Riau mengajak seluruh masyarakat sipil tetap mendukung masyarakat yang tetap berlawan menolak penggusuran dan mendesak Presiden Joko Widodo untuk memenuhi janjinya untuk memberikan legalitas hak atas tanah kepada seluruh masyarakat adat dan tempatan Kampung Melayu Tua di Rempang sekaligus membatalkan rencana penggusuran tersebut,” katanya.***