BERTUAHPOS.COM — Orang-orang muda di Riau menolak untuk melupakan tragedi Pulau Rempang demi PSN Rempang Eco-City. Upaya menolak lupa itu dilakukan dalam bentuk aksi demonstrasi oleh Koalisi Masyarakat Sipil Riau di depan kantor Gubernur Riau.
Selain menolak lupa, aksi ini dimaksud bentuk solidaritas terhadap masyarakat Rempang yang terus menghadapi ancaman penggusuran.
Peristiwa ini mengingatkan kembali pada bentrokan yang terjadi pada 7 September 2023 di Jembatan 4 Barelang, ketika rencana pematokan tanah untuk proyek Rempang Eco-City memicu ketegangan.
Tragedi tersebut menimbulkan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan yang signifikan bagi masyarakat setempat.
Oleh karena itu, Koalisi Masyarakat Sipil Riau mendesak pemerintah untuk segera membatalkan proyek PSN Rempang Eco-City.
Aksi tersebut diprakarsai oleh kelompok-kelompok muda di Riau yang bersolidaritas dengan perjuangan masyarakat Pulau Rempang.
Mereka berjuang untuk mempertahankan tanah adat, warisan budaya, serta kekayaan laut dan darat yang menjadi sumber penghidupan masyarakat setempat.
Aksi dimulai dengan long march dari Perpustakaan Wilayah Soeman HS menuju kantor Gubernur Riau.
Selanjutnya, massa aksi menyebar ke empat titik sambil membentangkan spanduk dan poster yang berisi pesan-pesan perjuangan, seperti “Masih Ingat Rempang? Kampung Melayu Tua yang Masih Menghadapi Ancaman Penggusuran dan Intimidasi Aparat Keamanan” dan “Save Kampung Tua Melayu Pulau Rempang, Sahkan RUU Masyarakat Adat.”
Ellya, perwakilan dari Koalisi Masyarakat Sipil Riau, menyatakan bahwa peristiwa 7 dan 11 September lalu merupakan bentuk perlawanan masyarakat terhadap penggusuran.
Namun, tindakan tersebut justru direspon dengan kekerasan dan kriminalisasi oleh aparat penegak hukum.
“Kami menolak untuk melupakan tragedi kemanusiaan di Pulau Rempang. Tragedi ini mencerminkan penyalahgunaan kekuasaan oleh negara. Kami mengajak seluruh masyarakat Indonesia, terutama di Riau, untuk mendesak pemerintah membatalkan PSN Rempang Eco-City dan menghentikan penggunaan militer dalam menyelesaikan konflik di Rempang maupun di seluruh Indonesia,” ujar Ellya.
Imam, salah satu peserta aksi, menyatakan bahwa PSN Rempang Eco-City telah menjadi pemicu konflik agraria.
Menurutnya, negara justru meliberalisasi sumber agraria dengan bekerja sama dengan elit bisnis, sehingga masyarakat Rempang tidak dihitung sebagai elemen dalam pembangunan.
“Sejak awal, Presiden Jokowi hanya menabur janji manis untuk melegalkan Kampung Tua Melayu di Pulau Rempang, tetapi pada kenyataannya, hak-hak masyarakat diabaikan,” tegas Imam.
Ia juga menambahkan bahwa situasi di Pulau Rempang menunjukkan bahwa pemerintah cenderung mengesampingkan aspek kemanusiaan dan hak asasi manusia demi kepentingan ekonomi.
Aksi solidaritas ini diakhiri dengan doa bersama, yang ditujukan untuk memberikan dukungan moral kepada masyarakat Pulau Rempang agar terhindar dari ancaman penggusuran.
Selain itu, Koalisi Masyarakat Sipil Riau juga menyerukan agar pemerintah segera membatalkan proyek PSN Rempang Eco-City dan memberikan akses legal bagi masyarakat untuk mengelola wilayah mereka.***