BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia [PKBI] Riau bekerjasama dengan International Organization of Migration [IOM] untuk memberikan pendampingan atas tindakan kekerasan terhadap perempuan terutama untuk kaum pengungsi [Imigran].
“Hari ini kami menggelar pertemuan dengan berbagai stakeholder agar kita sama-sama memiliki satu pemahaman tentang kekerasan berbasis gender terutama pada komunitas pengungsi yang ada di Pekanbaru,” kata Kepala Bagian Perencana dan Program PKBI Riau Kuntum Khaira, Rabu, 23 Desember 2020.
Pertemuan dengan berbagai stakeholder ini dilakukan dalam seminar dengan mengangkat tema: Jangan Diam Ketika Ada Kekerasan [Don’t be Silent on Gender-Based Violence]. “Kenapa fokusnya ke pengungsi, karena memang PKBI saat ini bekerjasama dengan IOM,” jelasnya.
Dia menambahkan, memang secara umum PKBI konsen terhadap isu kekerasan berbasis gender, namun sebagai mitra IOM kaum pengungsi di Pekanbaru juga menjadi fokus PKBI dalam upaya pendampingan jika ada tindakan-tindakan kekerasan terhadap perempuan.
“Kami sifanya memfasilitasi untuk kegiatan-kegiatan pendampingan komunitas pengungsi. Kami menyadari situasi Covid-19 adalah situasi yang tidak mudah bagi siapapun termasuk kaum pengungsi. Mereka dihadapkan pada tekanan psikologis dengan situasi mereka sebagai pengungsi, sehingga perlu dilakukan pendampingan jika terjadi tindakan-tindakan kekerasan terhadap perempuan,” jelasnya.
Menurut Kuntum Khaira, Kekerasan berbasis gender didefinisikan sebagai segala bentuk kekerasan yang ditujukan terhadap perempuan dewasa, anak perempuan, anak laki-laki dan laki-laki dewasa atas dasar perbedaan yang dikaitkan secara sosial antara laki-laki dan perempuan.
Hal ini ini mencakup tindakan yang menimbulkan cedera atau penderitaan fisik, mental, seksual, ancaman, pemaksaan, dan perampasan kebebasan lainnya.
Adapun faktor penyebab terjadinya kekerasan berbasis gender, sangat kompleks dan satu sama lain saling berkaitan.
Faktor-faktor tersebut, antara lain perangkat hukum yang belum mampu memberikan perlindungan kepada korban, konsep bahwa perempuan adalah milik keluarga, termasuk media yang kurang mendukung pemberitaan tentang kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Faktor lainnya adalah pelayanan publik yang belum optimal, adat istiadat yang kadang melegalkan kekerasan, persoalan kemiskinan, interpretasi yang keliru pada ajaran agama, yang semua itu terbungkus dalam budaya patriarki.
Sementara itu, Ketua Pengurus Daerah PKBI Riau Khairunnas menambahkan, lembaga ini sudah bekerjasama dengan IOM sejak 2017 lalu.
“Kami mendorong bagaimana kita memiliki empati lah, terhadap kaum pengungsi di Riau, yang kebetulan mereka hadir di tengah-tengah masyarakat di Pekanbaru,” ungkapnya.
Dia menambahkan, selain menjalankan tugas-tugas kerjasama dengan IOM, PKBI juga melakukan kegiatan eduksi kepada para pengungsi. Karena secara psikologis mereka memiliki beban yang sangat berat.
“Status mereka menuju ke negara ketiga belum ada kejelasan. Apalagi dalam situasi pandemic seperti sekarang ini membuat mereka mau tidak mau harus mengurung diri di pengungsian. Situasi seperti ini jika terjadi kepada siapapun, dikhawatirkan akan timbul hal-hal yang kurang patut, terutama diantara para pengungsi sendiri,” jelasnya. (bpc2)