BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Sekretaris Majlis Ulama Indonesia – MUI Provinsi Riau KH Zulhusni Domo merespon rencana Menteri Agama Fachrul Razi, akan melakukan sertifikasi penceramah. Hal itu menurut dia sangat berlebihan dan tidak sejalan dengan prinsip kenegaraan.
“Tentang sertifikasi dai dari dari pemerintah melalui Kemenag itu dinilai sangat tak wajar dan berlebihan. Kenapa harus disertifikasi, memang (penceramah) mau digaji, honor (dari pemerintah) seperti guru? Nggak boleh,” ungkapnya saat dihubungi Bertuahpos Sabtu, 5 September 2020.
Zulhusni Domo melihat kebijakan seperti ini harusnya tidak dilakukan oleh Kementerian Agama. Apalagi jika tujuannya untuk membeda-bedakan penceramah. Artinya sertifikasi yang dikeluarkan pemerintah justru berpotensi memecah-belah pada dai.
“Artinya dai yang tidak dapat sertifikat tidak boleh ceramah atau khutbah. Saya khawatir nanti di beberapa masjid (berpolitik) batal Shalat Jumat jadinya. Apalagi, ternyata ada di satu masjid banyak Ustadz yang tidak mengantongi sertifikasi,” ungkapnya.
Dia juga menyatakan dukungan terhadap sikap yang dilontarkan oleh Sekjen MUI Pusat Anwar Abbas yang juga menolak bahkan menyatakan siap mundur dari MUI jika kebijakan ini diterapkan. Dijelaskan, MUI sudah memiliki sikap sama terhadap program sertifikasi penceramah yang dicanangkan oleh Kemenag RI.
“Sekjen MUI Pusat sudah menyatakan siap mundur dari MUI jika program itu setujui. Kami pun (di daerah) juga seperti itu. Sikap kami jelas menolak kebijakan itu,” tambahnya.
BACA:
Tolak Sertifikasi Penceramah Kemenag, Sekjen MUI Nyatakan Siap Mundur.
Ruhut Kembali Sentil Pertentangan Sertifikasi Penceramah, ‘Maju Terus Pak Mentri Agama’.
Dijelaskan, di negara ini sebenarnya tidak membutuhkan kebijakan-kebijakan seperti itu. Hal ini berkaitan erat dengan sejarah bangsa, dimana kemerdekaan negeri ini sudah dibayar dengan darah dan nyawa pada dai.
Dengan pemerintah memberlakukan sertifikasi dai, sama saja membuat para penceramah seperti tamu di negeri sendiri. Perlu disadari oleh Kemenag, kata Zulhusni, bahwa Islam di Indonesia adalah mayoritas. Namun perlakukan yang diberikan pemerintah seolah-olah Islam menjadi minoritas.
“Saat ini, Islam banyak disudutkan dengan isu radikalisme. Menteri Agama adalah menteri seluruh agama (di Indonesia) membina seluruh agama. Radikal itu kan, apalagi selalu disudutkan kepada Islam. Apalagi sampai menyatakan bahwa para hafis hafal Al-Qur’an di masjid-mesjid membawa paham radikal. Ini jelas salah betul,” tegasnya.
Sebelumnya, Sekjen Majlis Ulama Indonesia Anwar Abbas mengatakan akan mundur dari jabatannya jika MUI bersedia terlibat dalam program Kementerian Agama soal sertifikasi penceramah.
“Itu program yang mendiskreditkan umat Islam,” ungkapnya. Dia mengatakan siap melepas jabatannya di MUI jika memang program ini dilaksanakan dan mendapat dukungan dari kawan-kawan di MUI. “Begitu programnya diterima MUI, maka ketika itu pula saya mundur tanpa kompromi dari jabatan Sekjen MUI.”
Sikap MUI Pusat
Sebelumnya, Menteri Agama RI Fachrul Razi berencana akan membuat program sertifikasi penceramah bagi semua agama. Tujuannya agar menghasilkan penceramah berwawasan kebangsaan serta menjunjung tinggi ideologi Pancasila, serta pencegahan paham radikal di rumah ibadah, seperti dikutip dari CNN Indonesia.
Anwar Abbas sama sekali tidak pernah setuju dengan program tersebut. Sikap dan cara pandang Fachrul Razi terhadap radikalisme sangat mendiskreditkan, serta menyudutkan umat Islam.
“Sikap dan cara pandang Menteri Agama yang selalu bicara tentang radikalisme yang ujung-ujungnya selalu mendiskreditkan dan menyudutkan umat Islam dan para dai-nya, maka saya Anwar Abbas secara pribadi yang juga kebetulan adalah sekjen MUI dengan ini menolak dengan tegas dan keras program dai dan penceramah bersertifikat,” tuturnya.
Program sertifikasi penceramah bagi semua agama akan dimulai bulan ini. Pada tahap awal bakal ada 8.200 orang akan mendapatkan sertifikasi penceramah. Program penceramah bersertifikat ini diberlakukan untuk semua agama. Meski demikian, penyelenggaraan program tersebut sengaja tidak digelar secara mengikat oleh Kemenag.
Sementara, wacana program sertifikasi penceramah sempat diwacanakan Fachrul di akhir 2019. Dia mengeluhkan banyak penceramah yang membodohi umat lewat ceramah. Wacana ini kemudian menjadi polemik di tengah-tengah publik. Salah satunya datang dari PA 212 yang menuding ada agenda terselubung yang direncanakan MUI dan Kemenag dalam sertifikasi penceramah. (bpc2)