BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — PKBI Riau bekerjasama dengan Internasional of International Organization of Migration [IOM] memperkuat pemahaman pengungsi [kaum imigran] di Pekanbaru soal isu kekerasan berbasis gander.
Ketua PKBI Riau Khairunnas mengatakan langkah ini perlu dilakukan sebagai bentuk antisipasi terjadinya kekerasan berbasis gender di lingkungan pengungsian. Hal ini disampaikannya dalam seminar bertema: Don’t be Silent on Gender-Based Violence [Jangan Diam tentang Kekerasan Berbasis Gender]
“PKBI Riau sebagai mitra IOM yang menfasilitasi upaya pencegahan dan penangan kekerasan berbasis gender merasa sangat perlu untuk mensosialisasikan tentang keadilan gender dan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang Gender Base Violence [GBV] kepada para pengungsi termasuk upaya upaya pencegahan dan penanganan kasus GBV,” katanya, Selasa, 29 Desember 2020 di Pekanbaru.
Dia mengatakan ada dua poin penting yang menjadi penegasan dalam kegiatan ini. Selain meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pengungsi terhadap issu kekerasan berbasis gender, diharapakan pengungsi paham langkah-langkah penanganan yang harus mereka lakukan.
“Seperti yang kita ketahui, kekerasan berbasis gender merujuk kepada kekerasan yang melibatkan laki-laki dan perempuan, dimana biasanya yang menjadi korban adalah perempuan sebagai akibat adanya distribusi kekuasaan yang timpang antara laki-laki dan perempuan,” tambah Khairunnas.
Covid-19 sejauh ini telah membuat keadaan semakin tidak kondusif karena semua orang harus hidup di luar kondisi normal seperti biasa. Tekanan-tekanan seperti ini tentunya akan dirasa semakin barat bagi kaum pengungsi, sebab mereka semakin dihadapkan pada ketidakpastian.
“Keadaan yang dialami oleh keluarga-keluarga yang mengurung diri di rumah telah berkontribusi pada tingkat kekerasan berbasis gender. Tidak terkecuali juga dialami oleh para pengungsi yang ada di Pekanbaru,” tambahnya.
Penyedia layanan di Indonesia dalam hal ini pemerintah dan NGO telah mencatat adanya peningkatan hingga 50% kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan seksual dan bentuk kekerasan berbasis gender lainnya, semenjak pandemi dimulai.
“Permasalahan ini menjadi semakin parah dikarenakan korban atau penyintas kekerasan berbasis gender mungkin mengalami kesulitan dalam mobilitas untuk mencari bantuan atau ketersediaan bantuan itu sendiri. Kami berharap situasi seperti ini cepat berlalu dan setiap permasalahan yang terjadi bisa diselesaikan sebaik mungkin,” tuturnya. (bpc2)