- Kartini lahir di Desa Padusunan, Pariaman, Sumatera Barat, tahun 1963. Katika ayahnya meninggal, dia bersama ibu dan saudaranya merantau ke Jakarta
- Disulitkan dengan kondisi ekonomi keluarga bukan menjadi penghalang bagi Kartini, dan keluarganya untuk mengecap pendidikan.Â
- Berhenti jadi PNS tahun 2006, kemudian banting setir menjdi pengusaha.
- Kali pertama terjun ke dunia politik pada Pemilu April 2019 lalu menghantarkannya menjadi Aggota DPRD Kota Pekanbaru dari Fraksi PKS.
BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Suasana di ruang tamu sebuah rumah di Jalan Garuda, Pekanbaru, itu cukup gerah. Kipas angin di dekat dinding sebelah kiri pintu masuk ruangan, mulai dinyalakan untuk sedikit meredam hawa panas. Terdengar suaranya menderu memecah keheningan. Persis di dinding ini tertempel beberapa foto keluarga yang dicetak dan dipajang dengan bingkai warna hitam minimalis, terkesan begitu elegan dan rapi.
Sementra sofa di ruang tamu itu sudah duduk seorang ibu empat orang anak mengenakan gamis biru dengan jilbab hitam panjang, membalut kepala hingga bagian pinggang. Wanita itu bernama Hj. Kartini, SKM. Dia seorang motivator, entrepreneur dan politikus. Saat ini sudah aktif sebagai anggota DPRD Kota Pekanbaru dari Fraksi PKS.
Katini enggan menyebutkan tanggal lahirnya, saat sesi wawancara dengan bertuahpos.com baru dimulai, pada Jumat, 6 September 2019, di rumahnya Jalan Garuda, Pekanbaru. “Jangan sebut tanggal lahir. Saya nggak mau nanti dirayain,” katanya sambil tertawa, bercanda.
Kartini lahir di Desa Padusunan, Pariaman, Sumatera Barat, tahun 1963. Katika ayahnya meninggal, anak bungsu dari tujuh bersaudara ini ikut ibu merantau ke Jakarta. Merantau menjadi satu-satunya pilihan karena memang kondisi ekonomi keluarga tak memungkinkan membuat mereka terus tinggal di kampung halaman.
Awal di Ibukota, mereka hanya tinggal di sebuh kamar kontrakan kecil diisi oleh delapan orang, tujuh anak dan seorang itu. Kartini menghabiskan masa kecil dengan kondisi ekonomi yang pas-pasan. Namun bagi ibunya, tetap, pendidikan lebih dari segala-galanya.
“Ibu saya luar biasa ya. Dia punya prinsip biarlah makan susah, asal anak-anaknya bisa sekolah. Itu yang terus ditanamkan kepada kami,” kenangnya.
“Sejak kecil saya hanya dibesarkan oleh ibu ya. Single parent, karena ayah saya meninggal di waktu saya masih kecil.”
Perjalanan hidup Kartini kecil, sama dengan anak-anak lainnya. Hanya saja dia mendapat perlakukan spesial dari ibu (dimanja) karena memang dia merupakan akan paling kecil.Â
Disulitkan dengan kondisi ekonomi keluarga bukan menjadi penghalang bagi Kartini, dan keluarganya untuk mengecap pendidikan. Kartini sudah biasa tagihan uang sekolah setiap hari, karena memang sudah beberapa bulan belum dibayar.
Saat duduk di bangkus SD, dia sadar mengapa sang ibu memberinya nama Kartini. Sosok pahlawan perempuan Indonesia itu juga mengispirasi dirinya untuk menjadi wanita yang kuat, tangguh dan punya prinsip hidup. Dia meyakini itulah alasan mengapa sang ibu memberinya nama itu.
“Saya sadar sewaktu saya SD bahwa nama ini diberikan kepada saya dengan harapan besar,” sebutnya. “Memang ada sedikit beban dengan nama itu, tapi beban ke arah positif. Jika saya tak menjadi siapa-siapa pastilah ibu saya kecewa. Saya tak boleh membuat malu ibu saya. Saya juga nggak mau ibu Kartini kecewa dengan namanya yang disematkan kepada saya.”
Meski dalam kondisi ekonomi yang sulit, Kartini dan saudaranya tetap sekolah, hingga dia berhasil menamatkan pendidikan SLTA, kemudian sempat bekerja di Rumah Sakit (RS) Islam di Jakarta. Usia 21 tahun Kartini menerima lamaran seorang pria bernama Drs. H. Milyono Syarief. Mereka kemudian menikah, dan selanjutnya Kartini ikut suami ke Tanjung Pinang, Kepri.
Awal merantau, kebiasaan hidup dimanja membuat dia terbeban setelah berpisah jauh dari orang tua. Selama enam bulan menjadi hari-hari terberat baginya. Namun, sang Sumai terus menguatkan dan memberi pengertian bahwa sorang wanita, apalagi ibu rumah tangga harus mandiri.
“Akhirnya, saya juga memutuskan untuk bekerja di Tanjung Pinang, saya melamar PNS di rumah sakit di sana,” kata Kartini.
“Saya kepo banget dengan ilmu pengetahuan ya. Jadi saya masuk bidan setelah anak pertama saya lahir. Tinggal di asrama dan terpisah dari suami. Memang berat tapi semua itu bisa saya lewati,” sambungnya.
“Alhamdulilaah, saya juga pernah mendapat perhargaan bidan teladan, dan nilai saya cukup bagus waktu sekolah, sampai akhirnya saya pindah ke Pekanbaru tahun 1997.”
Di Pekanbaru, Kartini kembali melanjutkan pendidikannya hingga bergelar Serjana Kesehatan Masyarakat tamat 2001 di STIKES Hang Tuah angkatan pertama. Dua tahun bekerja sebegai PNS di Pekanbaru, muncul rasa jenuh dan ingin menantang diri untuk terjun ke dunia entrepreneur. Tahun 2003 Kartini memberanikan diri untuk cuti di luar tanggungan negara sebagai.
Saat itulah dia mulai memantapkan diri untuk terjun dalam dunia bisnis. Ketika itu dia sudah menjalankan usaha praktik bidan dan klinik bersalin. Kartini, selama masa cuti menyibukkan diri dengan ikut seminar, workshop, pendidikan yang mengarah pada pengembangan diri (motivasi) dan wirausaha, hingga akhirnya dia jatuh hati dalam dunia ini.
Tahun 2006, tekatnya sudah bulat. Kartini mengajukan permohonan pensiun dini dari PNS, lalu dia fokus mengembangkan usaha-usahanya. “Karena memang nggak bisa setengah-setengah, nanti hasilnya juga setengah-setengah. Jadi saya lepas PNS dan fokus menjalankan usaha,” sebutnya. Kisah perjalanan hidup ini dia abadikan dalam sebuah buku yang berjudul: Tersesat di Jalan yang Benar. “Saya berhenti menjadi PNS setelah mengabdikan diri selama 12 tahun.”
“Inilah saya. Saya berusaha mengembangkan diri sebagai pengusaha, menguatkan karekter, memberanikan diri, walau agak kebablasan. Bikin usaha banyak, beberapa jalan beberapa mati. sampai hari ini usaha lebih dari lima jalan. Yang bangkrut juga banyak, hahaha,” kata Kartini.
Diantara unit usaha milik Kartini yang saat ini sudah berkembang, yakni Rumah Sakit Annisa, Klinik Bersalin Annisa Medika 1 dan 2, TK & SD IT Annisa, Panti Asuhan Putra dan Putri Annisa, Dendeng Batokok Kincay dan Ayam Geprek Kumlod.
Selai itu, Kartini juga sudah menerbitkan dua buku, buah pikiran dan pengalamannya. “Tersesat di Jalan yang Benar” merupakan buku pertamanya yang bercerita tentang pengalamannya mengapa banting setir dari PNS ke pengusaha.
Buku keduanya berjudul: Happy Hamil Happy Mom. Buku ini sebagai panduan ibu cerdas selama hamil dan menyusui. Dia mengisahkan pengalamannya selama menjadi seorang ibu dan bidan yang telah mendampingi ribuan ibu hamil selama lebih dari 25 tahun. Selain itu, Kertini juga aktif diundang untuk menjadi motivasi dalam seminar dan workshop, di banyak daerah di Indonesia.
Kehidupan Kartini dengan pengalamannya belasan tahun menjadi bidan, dan dunia usaha membuat dia tak pernah ingin mengenal dunia politik. “Saya dulu alegri dengan politik,” ungkapnya sambil tertawa. “Karena menurut saya kondisi negara kita ini memang tidak menuntungkan, dan politik bikin kami, pengusaha ini sulit,” sebutnya.
Sikap itu, dia tunjukkan dengan menolak beberapa kali tawaran partai politik agar dia ikut membangun dan mengabdi untuk masyarakat melalui jalur politik. Namun hatinya belum tersentuh. Bahkan, salah satu istri politikus di Riau pernah memintanya secara khusus untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI mewakili Riau, namun dia menolak karena memang menganggap dirinya belum pantas untuk mengambil panggung legislatif setingkat nasional.
Namun, hati Kartini luluh. Akal sehatnya mencerna dengan baik bahwa pandangannya terhadap dunia politik selama ini tidaklah demikian. Dia tersentuh dengan ungkapan Presiden Turki, Erdogan, “Jika orang baik dan pintar tidak peduli dengan politik, maka ruang-ruang politik akan diisi oleh orang-orang yang tidak baik.” Kalimat ini sebuah tamparan keras baginya.
Keyakinan semakin kuat setelah melihat bahwa masih banyak kaum hawa dan anak-anak di luar sana belum mendapatkan kehidupan layak, sebagaimana mestinya warga negara yang juga punya hak atas kesejahteraan hidup. Kebetulan ada tawaran dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) agar dirinya bisa bergabung dalam Pemilu April 2019 lalu.
Meski awalnya sempat ragu, lagi-lagi sang suami begitu berjasa untuk meyakinkan hatinya, sehingga dia mantap untuk tampil dalam pesta demokrasi beberapa waktu lalu. “Saya diceburin ke politik sama bapak (suami),” katanya sambil melepas tawa. “Kenapa nggak coba aja, Ma. Sekalian uji nyali,” ungkapnya menirukan ucapan sang suami.
“Yang betul-betul aktif sosialisasi paling tiga bulananlah, menjelang pemilihan. Memang saya yang mendampingi ibu (istri),” kata Ketua Tim Sukses Kartini, Milyono, yang tak lain adalah suaminya sendiri.
Dia mengatakan saat bersosialisasi, Kartini lebih cenderung berbicara tentang memotivasi dan seminar tentang pengembangan usaha.
“Seluruh fasilitas dan kebutuhan sosialisasi kami yang sediakan. Konsumsi kami yang sediakan, soundsystem dan alat pengeras suara saya yang nenteng sendiri, pergi kerumah-rumah warga. Ya, seperti itulah,” kata Milyono.
Jerih payah itu kemudian membuahkan hasil. Pada tanggal 6 September 2019 lalu dia dilantik menjadi Anggota DPRD Kota Pekanbaru untuk periode 2019-2024, dari PKS. PKS dapat delapan kursi dan mendapat posisi straegis dalam parlemen.
Bagi Kartini, apa yang dia dapatkan saat ini merupakan restu Allah yang mengizinkan dirinya menjadi pemimpin. “Mungkin Allah ngasih kesempatan saya untuk berbuat baik kepada umat (masyarakat). Tawaran itu (politika) saya terima. Waktu mulai kampanye, nol pengalaman. Banyak yang meremehkan, menganggap saya nggak mungkin bisa. Temen-temen juga banyak yang pesimis. Paling hanya 10% yang yakin saya bisa menang,” ujar Kartini.
“Hasilnya, saya serahkan ke Allah. Tapi saya sudah punya strategi pemenang. saya tak peduali apa kata orang, yang penting saya jalan. Saya sosialisi terus selama tiga bulan itu. Tanpa sadar lolos. Bagi saya, ketika kita yakin dan punya strategi baik lalu serahkan kepada Allah, insya Allah, Allah mengizinkan. kalau Allah mengizinkan maka saya dianggap mampu untuk mengemban amanah ini,” ungkapnya.
“Banyak banget perempuan yang butuh ilmu dalam mengarur rumah tangga, keuangan dan kehidupan. Itulah tekat saya. Tugas saya mencerdaskan kaum perempuan dan anak. Sebelum berpolitik, saya juga sering terjun melibatkan masyarakat, bikin seminar wirausaha gratis. Ternayata ada pengaruhnya, masyarakat mempraktekkan apa yang didapatkan dari seminar dan pelatihan itu.
“Bagi saya, paling pantang ketemu orang yang tidak berdaya, yang menunjukkan bahwa dirinya harus dibantu dan lemah. Itu pantang sekali bagi saya. Yang lebih baik itu bisa membantu orang, bukan berharap bantuan dari orang,” sebutnya. (bpc3)