BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Zubaida, wanita umur setengah abad yang biasa disapa Ida ini, asli dari Desa Pulau Gadang, tepatnya di Kecamatan XIII Koto Kampar. Ia memiliki dua orang anak Diana dan Dendi, kedua anaknya kuliah di Universitas Riau. Namanya Diana, semester tujuh dan Dendi, semester lima.Â
Zubaida seorang petani penyadap karet yang berpenghasilan pas-pasan untuk kehidupannya, tidak hanya pas-pasan bahkan kekurangan karena kebutuhan anaknya yang kuliah. Pagi buta sebelum berangkat bekerja Ibu dua anak ini shalat subuh terlebih dahulu.
Setiap hari Ida melakukan Pekerjaan itu. Memang begitu berat, karena jarang ada seorang ibu sekuat ini. Tapi, merasa sedih, nangis, kesal dan menyesal rasanya melihat Ida setelah tahu begitu beratnya mencari uang seribu demi seribu.Â
Namun dengan penghasilan yang kekurangn, Ida tetap semangat dan bersyukur menghadapi kehidupannya. Pagi-pagi Ida sudah membersihkan rumahnya kemudian membawa pisau pek (pisau untuk menyadap karet) dan membawa ember bekas tempat cat, dengan berjalan kaki sejauh dua KM menuju kebunnya.Â
Tak pernah lelah Ia selalu mengayunkan kakinya sejauh dua KM tiap hari dengan penuh semangat demi nafkah hidup dan keperluan kuliah anaknya agar kelak anaknya tidak seperti ibunya. “Saya berharap kenak anak saya tidak seperti saya,” ungkapnya.
Ida sudah ditinggal suaminya 20 tahun yang lalu, sedari anak bungsunya masih dalam kandungan. Semenjak itu Ida sudah menafkahi anaknya sendiri tanpa seorang suami dan ayah dari anak-anaknya. Tak pernah mengeluh, itu yang selalu ia tanamkan dalam dirinya agar kelak anaknya bisa menamatkan gelar sarjana.
Tiap hari, Ida melakukan rutinitasnya menjadi penyadap karet. Itupun Ida menyadap karet orang yang hasilnya harus dibagi dengan pemiliknya. Sekali dalam seminggu Ida mulai panen hasil karetnya, kemudian memikul ember cat yang berisi karet dengan berat sekitar 50 Kg menuju ditepi jalan besar, berharap nanti si pembeli karet menjemputnya.
Tak nentu hasil yang dia dapat. Jika musim hujan karet tak bisa dipanen karena pohonnya basah jika musim panas malahan getahnya kering. “Berharap musim sedang-sedang saja sehingga hasilnyapun banyak. Namun cuaca tak menentu kadang panas kadang hujan,” ungakapnya sambil lemas.
Jika hujan ia pun harus memberi pupuk pada getah satu persatu agar getah karet cepat beku dan tidak habis terkena hujan. Belum lagi saat menyadap karet banyak hewan buas yang dihadapi di dalam kebun. Tanpa disengaja terkadang binatang buas itu mengejutkan Ida yang datang tiba-tiba seperti ular, babi, dan masih ada binatang kecil yang lengket dikakinya seperti pacat. Ida tak mengenal rasa takut, lelah, penat, namun ibu dua orang anak ini tetap semangat melakonkan pekerjaannya.
Subuh-subuh Ida sudah bersiap-siap bergegas menuju kebun “karena cuaca masih dingin dan supaya cepat selesai dan dan tidak terlalu panas kadang ada yang merasa kasihan melihatnya saya dan memberikan tumpangan” katanya.
Hasil yang Ida dapat perminggu tidaklah banyak belum lagi kiriman belanja untuk anaknya di Pekanbaru tiap minggu, jika cuaca bagus maka ada dua ember karet yang Ia dapat namun jika cuaca tak bagus maka hanya satu ember yang Ida dapat, isi dalam ember tersebut berkisar lebih kurang 50 Kg.Â
“Harga karet yang semakin lama semakin menurun hingga mencapai Rp.7.000,00 dulu ditahun 2008-2010 harga karet meninggkat hingga mencapai Rp. 15.000,00” ungkap Ida.
Itulah yang harus dirasakan ibu dua anak ini, membagi hasil panennya tiap minggu dengan dua anaknya yang kuliah di Pekanbaru, dan dibagi lagi dengan sipemilik kebun, banyak masyarakat yang terharu dengan Ida, dengan umurnya yang semakin tua, Ia masih kuat berjalan dua KM tiap harinya, demi kedua anaknya berharap kelak anaknya menjadi orang yang berguna bagi orang banyak nanatinya.
(mg2)