BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Kabinet Amir Sjarifuddin yang tak lagi mendapatkan kepercayaan pasca Perjanjian Renville akhirnya digantikan Kabinet Hatta.
Amir yang bergabung dengan kelompok sayap kiri tak setuju dengan penggantian kabinet tersebut.
Saat itulah, datang Musso, tokoh komunis Indonesia yang selama ini tinggal di Rusia. Musso kemudian melalukan penggabungan tiga partai komunis, yaitu PKI ilegal, Partai Buruh Indonesia (PBI), dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Hasil penggabungan ini menjadi Partai Komunis Indonesia.
Musso kemudian menggelar rapat raksasa di Yogyakarta. Dalam rapat ini, dia mengatakan ide penggantian kabinet presidensial menjadi kabinet front persatuan. Dia juga menyerukan kerja sama dengan Uni Soviet demi membendung pengaruh Belanda.
Musso dan Amir kemudian berusaha menguasai daerah strategis di Jawa Tengah dan Jawa Timur, seperti Solo, Madiun, hingga Jombang.
Kelompok Musso mulai membunuh tokoh-tokoh yang dianggap musuh di Surakarta. Kesatuan TNI yang ada di Surakarta juga berusaha di adu domba. TNI yang mengetahui adu domba ini menurunkan pasukan dengan pimpinan Kolonel Gatot Subroto untuk memulihkan Surakarta.
Sementara perhatian TNI lebih banyak ke Surakarta, Amir dan Musso dengan PKI bergerak ke Madiun, Jawa Timur. Pada 18 September 1948, PKI menguasai Kota Madiun, dan mengumumkan Republik Soviet Indonesia. Hal yang sama juga terjadi di Pati, Jawa Tengah.
Gubenur Jawa Timur, RM Suryo, dokter pro kemerdekaan Moewardi, dan sejumlah polisi dan tokoh agama menjadi korban gerakan Musso di Jawa Timur.
20 September 1948, TNI kemudian menurunkan dua brigade dari Divisi Siliwangi untuk memadamkan pemberontakan PKI di Madiun. Operasi penumpasan ini dipimpin oleh Kolonel A. H. Nasution.
Operasi ini berhasil menumpas gerakan PKI di Madiun. Musso tertembak mati saat melarikan diri di daerah Ponorogo. Sementara itu, Amir Sjarifuddin dan tokoh lainnya dihukum mati. (bpc4)