BERTUAHPOS.COM – Transaksi keuangan digital di Indonesia melalui perbankan semakin tinggi dari tahun ke tahun. Tingginya transaksi yang nyaris mencapai 40 ribu trilyun pada 2021 lalu, wajib disertai keamanan dan kenyaman nasabah dalam bertransaksi.
Untuk mewujudkan keamanan dalam bertransaksi tersebut, maka kolaborasi bersama menjadi suatu keharusan dan kesadaran bersama. “Seperti yang kita ketahui, perlindungan terkait dengan adanya inovasi digital ini bukan hanya dilakukan oleh instansi jasa keuangan saja. Tetapi perlindungan pertama itu justru dari pemilik data itu sendiri,” ujar Pemimpin Devisi Manajemen Resiko Bank BNI, Rayandra Minarsa Goenawan dalam paparannya akhir pekan kemarin saat membahas Menangkis Serangan Siber, BNI Perkuat Literasi dan Perlindungan Nasabah.
Dikatakannya, saat ini yang menjadi kesulitan dimana pada saat penjagaan atau perlindungan itu tidak hanya tergantung dari satu pihak saja, maka kolaborasi dan sinergi sangat di butuhkan dari berbagai pihak. Sebab di dunia semakin digital, transaksi perbankan juga semakin digital. Tidak ada lagi transaksi yang tidak bisa dilakukan dengan teknologi.
Menurutnya dengan pertumbuhan transaksi yang semakin meningkat seperti di tahun 2021 lalu hampir mencapai 40ribu trilyun traksaksi digital banking di Indonesia, maka keamanan semakin tinggi pula. Dan semuanya memerlukan kolaborasi dan sinergi semua pihak juga, termasuk dalam hal ini nasabah pengguna transaksi digital. Baca: Tangkis Serangan Siber, BNI Perkuat Literasi dan Perlindungan Nasabah
Sebagaimana dilansir BertuahPos.com sebelumnya, catatan Bank Indonesia di tahun ini 2022 diprediksikan bisa mencapai 51ribu trilyun transaksi digital banking. Informasi ini tentunya kabar gembira bagi kita semua, di lain hal digitalisasi transaksi perbankan juga melahirkan kecemasan-kecemasan baru dengan tingkat resiko yang tinggi, seperti tindakan kejahatan cyber yang hampir setiap hari kita temukan.
Senada, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menyatakan hal yang sama. “Fakta yang terjadi di negara Indonesia sebagai negara ke 4 terbesar penduduknya di dunia, kita sangat terpapar dengan perkembangan dunia digital,” ungkap Direktur Literasi dan Edukasi Keuangan OJK Horas V. M, Tarihoran.
Dijelaskannya, dengan perubahan Era digital yang sangat cepat, maka mesti diikuti pula dengan inovasi teknologi yang dinamis, perilaku konsumen yang menuntut semuanya serba mudah, cepat, dan nyaman. Kemudian dunia bisnis juga menyikapi bahwa di dunia serba digital ini kita membutuhkan keamanan siber yang kompetitif, mengingat banyaknya pihak-pihak yang melakukakan penyalahgunaan data.
Data OJK mencatatkan bahwa tingkat inklusi keuangan Indonesia baru mencapai level 76,9% pada 2019. Sedangkan tingkat literasi keuangan masih relatif rendah di posisi 38,03%. Bahkan, indeks literasi digital masih 3,49%.(Jun)