BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Pandemi COVID-19 telah mengakibatkan krisis multidimensi di seluruh dunia, baik di negara kaya ataupun di negara miskin. Ketimpangan sosial-ekonomi antara kelompok kaya dan miskin semakin melebar.
Rendahnya kapasitas fiskal pemerintah menghambat upaya penanganan COVID-19 dan pemulihan kondisi sosial-ekonomi. Salah satu langkah dari banyak negara adalah menambah utangnya.
Pada akhir 2021, utang publik negara maju diperkirakan akan naik sebesar 20% dari PDB, sementara negara berkembang akan naik sebesar 10% dari PDB.
Pemerintah perlu menggali sumber pendapatan perpajakan selain menambah utang. Strategi yang dapat dipilih adalah melakukan mobilisasi sumber daya domestik dengan menerapkan wealth tax atau pajak kekayaan kepada kelompok super kaya.
Wealth tax sebenarnya bukanlah hal yang baru namun semakin menemukan relevansinya di tengah pandemi. Organisasi internasional seperti OECD dan IMF mendukung penerapan ide ini.
Bahkan ide wealth tax juga didukung oleh kalangan miliarder di negara maju dan berkembang yang tergabung dalam organisasi Millionaires for Humanity.
Dalam surat petisi yang dikirimkan oleh Millionaires for Humanity, sejumlah miliarder menyatakan kesediaannya untuk membantu negaranya melalui pembayaran pajak kekayaan (wealth tax) yang dimilikinya untuk digunakan dalam penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi.
Selain itu, kurangnya sumber daya pemerintah untuk mencapai SDGs tidak dapat dipenuhi hanya melalui filantropi, namun harus dengan mobilisasi sumber pajak baru salah satunya adalah melalui penerapan wealth tax.
Sebanyak 150 miliarder dari seluruh dunia telah menandatangani petisi penerapan wealth tax. Petisi ini juga didukung oleh dua ekonom ternama dunia seperti Jeffrey Sachs dan Gabriel Zucman.
Di Indonesia, polling dilakukan oleh Glocalities dan Millionaires for Humanity telah mewawancarai 1051 masyarakat sebagai responden.
Hasilnya, sebanyak 79% responden mendukung penerapan wealth tax di Indonesia dimana orang yang memiliki lebih dari 140 miliar rupiah harus membayar pajak tahunan tambahan sebesar 1%.
Responden meyakini wealth tax penting untuk membantu mendanai pemulihan ekonomi dan membantu masyarakat yang terdampak Covid-19. Hanya 4% responden yang menolak gagasan tersebut.
Hasil polling ini menegaskan dukungan yang tinggi terhadap kebijakan redistribusi kekayaan melalui penerapan wealth tax.
“Hasil polling tersebut memperkuat bukti bahwa warga semakin mengharapkan pemerintah bersedia menerapkan kebijakan khusus kepada kelompok super kaya untuk berkontribusi lebih besar dalam membayar pajak,” tegas Martijn Lampert, Direktur Riset Glocalities dalam keterangan resminya yang diterima Bertuahpos.com, Rabu, 28 April 2021
Berdasarkan keragaman responden yang berasal dari 3 partai politik dengan suara tertinggi pada pemilu 2019, hasilnya 83% responden yang memilih PDI-P mendukung gagasan wealth tax dan hanya 5% yang menentang.
Sedangkan pemilih Partai Gerinda, 81% mendukung rencana penerapan wealth tax dan hanya 4% yang menolak. Responden yang memilih Partai Golkar sebanyak 90% mendukung wealth tax dan 10% menyatakan netral.
Millionaires for Humanity dalam kampanyenya di Indonesia menggandeng The PRAKARSA, sebagai organisasi riset yang memimpin berbagai inisiatif reformasi kebijakan perpajakan di Indonesia dan Asia.
“Pandemi COVID-19 adalah momentum untuk melakukan perubahan sistem perpajakan secara fundamental. Pajak harus dikembalikan sebagai sumber dan alat redistribusi kekayaan bangsa secara adil dan merata. Penerapan wealth tax kepada miliarder sangat tepat agar pemerintah memiliki tambahan dana untuk menjalankan program jaminan sosial, bantuan tunai dan program pemulihan ekonomi rakyat dari dampak Covid-19,” kata Ah Maftuchan, Direktur Eksekutif The PRAKARSA.
Semenjak virus COVID-19 masuk di Indonesia pada Maret 2020, penerimaan pajak Indonesia menurun secara signifikan. Penurunan penerimaan negara terjadi karena berkurangnya aktivitas ekonomi sebagai akibat dari regulasi nasional maupun internasional terkait penanganan virus tersebut.
Di sisi lain, belanja negara meningkat cukup signifikan untuk membiayai program kesehatan, social safety net dan juga pemulihan ekonomi nasional. Akibatnya, defisit APBN pada 2020 meningkat hingga mencapai lebih dari 6 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
“Sekarang adalah saatnya Presiden Jokowi melihat pajak kekayaan sebagai suatu langkah yang konkret sebagai sumber pendapatan negara untuk pembiayaan pemulihan pandemi. Saya yakin bahwa orang super kaya masih punya komitmen untuk membayar lebih sebagai bagian dari budaya gotong royong.”
“Warga super kaya yang total kekayaan bersih lebih dari 140 miliar rupiah setahun dapat disasar dengan membayar pajak kekayaan 1 persen dari total hartanya,” tutup Ah Maftuchan, yang juga menjabat sebagai Koordinator Forum Pajak Berkeadilan Indonesia dan Co-Coordinator Tax and Fiscal Justice Asia (TAFJA) itu. (bpc2)