BERTUAHPOS.COM, Kabinet yang didominasi para profesional dan penaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi takkan mengurangi kegairahan bursa saham Indonesia. Dampak positif akan lebih besar jika harga bahan bakar minyak (BBM) dinaikkan mulai November tahun ini.
Jika kenaikan harga BBM bersubsidi dilakukan secara cepat dan tepat, indeks harga saham gabungan (IHSG) dipastikan melejit. Bila saat ini berada pala level 5.208, pada akhir tahun ini indeks dapat menembus 5.300-5.400 dan pada 2015 akan menguat hingga level 5.925.
Para pelaku pasar menilai positif kenaikan harga BBM. Dengan dihematnya dana subsidi BBM yang tahun ini menembus Rp 246,5 triliun, pelaku pasar tak perlu mengkhawatirkan sustainability (keberlanjutan) fiskal RI. Kepercayaan investor meningkat karena ada ruang fiskal lebih besar untuk pembangunan infrastruktur, guna memacu pertumbuhan ekonomi di atas 7%.
Kenaikan harga BBM bersubsidi juga akan memangkas impor BBM/minyak, seiring konsumsi yang lebih terkendali dan turunnya ‘insentif ’ penyelundupan. Dengan demikian, defisit neraca perdagangan menurun, sehingga defisit transaksi berjalan mengecil dan tekanan terhadap nilai tukar rupiah mereda.
Namun, dampak positif penaikan harga BBM bersubsidi hanya terjadi jika lonjakan inflasi dapat diredam dan tidak didahului kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS, The Fed, tahun depan. Jika dilakukan pada waktu dan cara yang tepat, setiap kenaikan 10% harga BBM hanya berdampak pada inflasi 1%. Jadi, jika harga premium bersubsidi dinaikkan Rp 1.000 (15,4%) dari Rp 6.500 per liter menjadi Rp 7.500 per liter, inflasi hanya naik 1,54%.
Namun, kenaikan Rp 1.000 per liter ini sudah bisa menghemat anggaran subsidi BBM Rp 48 triliun per tahun. Jika tahun depan dinaikkan lagi, penghematan menembus Rp 96 triliun. Jumlah tersebut sudah cukup untuk membangun pelabuhan-pelabuhan modern, jalur-jalur kereta api, jalan-jalan perdesaan hingga pelabuhan, serta infrastruktur pertanian di banyak provinsi.
Untuk itu, Pemerintahan Joko Widodo harus bisa bekerja cepat setelah dilantik 20 Oktober mendatang. Mulai sekarang, pemerintahan baru harus sudah merancang roadmap kenaikan harga BBM bersubsidi secara bertahap dan jelas. Hal ini termasuk penggunaan dana tersebut untuk program apa saja secara detail, serta jaring pengaman sosial yang disiapkan agar kenaikan harga tidak membebani masyarakat miskin dan hampir miskin. Program sosialisasi juga harus disiapkan, sehingga masyarakat tahu apa manfaat reformasi subsidi BBM dan bagaimana cara memperoleh kompensasi bagi kelompok yang berhak.
Kenaikan harga BBM bersubsidi ini harus mulai dilakukan paling lambat November nanti. Pasalnya, pada November inflasi tergolong rendah, sehingga tidak terlalu memukul daya beli masyarakat. Jika terlambat dieksekusi, momentum bagus akan melayang, karena pada Januari dan Februari inflasi cenderung tinggi akibat dampak musim penghujan dan banjir. Harga-harga pangan biasanya melejit, baik karena tingginya gangguan panen maupun rusaknya jalur distribusi.
Selain itu, The Fed tahun depan berencana menaikkan suku bunga acuan, dari rekor terendah 0-0,25% sejak Desember 2008. Hal ini menandai perekonomian Amerika Serikat yang semakin baik, dan hal itu akan memperkuat nilai tukar dolar AS terhadap mata uang lain, termasuk rupiah.
Depresiasi rupiah ini akan meningkatkan inflasi Indonesia, karena tingginya ketergantungan industri dalam negeri terhadap impor. Impor bahan baku/penolong dan barang modal sangat tinggi, mencapai US$ 83,68 miliar atau 93% dari total impor semester I tahun ini sebesar US$ 89,98 miliar. Sedangkan impor barang konsumsi sebenarnya hanya sedikit, sekitar US$ 6,30 miliar atau 7%.
Selain itu, pasokan pangan dan kelancaran distribusi di semua daerah harus diamankan, karena pangan menjadi penyumbang utama inflasi di negeri ini. Selain disiapkan angkutan yang memadai, jalur-jalur distribusi harus diperbaiki dan pungutan-pungutan liar diberantas. Stabilitas pasokan harus dijaga benar-benar, termasuk dengan kerja sama daerah konsumsi dan daerah pusat-pusat produksi, agar gejolak harga pangan tidak terjadi.
Dengan inflasi masih bisa dijaga, nilai tukar rupiah membaik, dan arus dana asing menderas, Bank Indonesia nantinya juga bisa menurunkan suku bunga acuan, BI rate. Biaya dana akan lebih murah dan ongkos logistik lebih rendah, sehingga daya saing industri RI meningkat di pasar domestik maupun ekspor.
Ditambah besarnya kelas menengah yang terus bertambah dan pertumbuhan ekonomi yang kian melaju, investasi di Indonesia akan semakin menarik. Investor Jepang akan makin mantap menjadikan negeri ini nomor wahid untuk investasi, demikian pula pebisnis lain akan mengikuti.(Investordaily)