BERTUAHPOS.COM — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus memperkuat komitmennya dalam menjalankan spin off unit usaha syariah (UUS) menjadi bank umum syariah (BUS). Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan pasar perbankan syariah di Indonesia yang saat ini didominasi oleh Bank Syariah Indonesia atau BSI (BRIS).
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa tujuan dari spin off dan merger adalah untuk memperbaiki struktur keuangan pasar perbankan syariah. “Memang tidak bagus kalau ada bank syariah yang sangat besar sendirian, misal BSI tanpa kompetitor, karena secara competition policy ini nggak bagus,” ujar Dian dalam RDK Bulanan, Senin, 5 Agustus 2024.
Menurut Statistik Perbankan Syariah, total aset industri bank syariah di Indonesia mencapai Rp861,6 triliun per Mei 2024. Angka ini tumbuh 9,67% secara tahunan (year-on-year/yoy) dan berkontribusi pada pangsa pasar sebesar 7,23%, naik dari 7,21% pada April 2024.
Dian menambahkan bahwa bank hasil merger dapat mengalami peningkatan kinerja yang signifikan. Ia yakin bank-bank syariah yang memenuhi syarat untuk spin off akan berfikir secara positif dan tidak hanya berfokus mencari keuntungan semata. Sebaliknya, mereka juga memiliki tanggung jawab untuk membantu memperbaiki struktur keuangan di Indonesia.
Mengacu pada Pasal 59 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah (POJK UUS), bank yang memiliki UUS dengan nilai aset mencapai 50% dari total nilai aset induknya dan/atau jumlah aset UUS paling sedikit Rp50 triliun wajib melakukan pemisahan UUS dengan tahapan tertentu.
Saat ini, UUS PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) diharuskan menjalankan pemisahan atau spin off menjadi bank umum syariah (BUS).
Terkait kinerja, Unit Usaha Syariah (UUS) BTN atau BTN Syariah mencatat pertumbuhan aset sebesar 20% yoy menjadi Rp56 triliun per semester I/2024 dibandingkan sebelumnya Rp46 triliun pada semester I/2023. Sementara itu, UUS CIMB Niaga mencatatkan aset Rp64,83 triliun per Juni 2024, dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp66,15 triliun.***