BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Pada tanggal 13 Juli 1913, terbitlah sebuah tulisan yang berjudul Als ik een Nederlander was (Andai Aku Seorang Belanda) di surat kabar milik Indische Partij, De Expres.
Tulisan tersebut menyindir pemerintahan kolonial Belanda yang berniat merayakan 100 tahun kemerdekaannya dari Perancis, di tanah jajahannya, Indonesia.
“Kita sekarang bersuka-cita oleh karena 100 tahun yang lalu kami terlepas dari jajahan kekuasaan asing, dan kesemuanya itu akan dilakukan di hadapan mata mereka yang hingga sekarang masih tetap dijajah oleh kami,” demikian petikan tulisan tersebut.
Tulisan tersebut ditulis oleh Soewardi Soerjaningrat, seorang Inlander (kaum pribumi).
Tak lupa, dalam tulisannya, Soerwardi juga menyindir pemerintah kolonial yang ingin merayakan kemerdekaannya, namun dengan tak tahu malu masih menarik sumbangan dari kaum inlander yang tengah dijajahnya.
Pemerintah kolonial Belanda geger dan naik pitam.
Bagaimana seorang inlander berani-beraninya membuat tulisan seperti itu. Tulisan tersebut adalah radikal dan berbahaya.
Karena dianggap radikal dan berbahaya, Raad van Indie (Dewan Hindia Belanda) menggelar rapat khusus.
Agenda rapat tersebut hanya satu, bagaimana cara menyingkirkan si radikal Soewardi ini.
Namun, dilema muncul. Bahkan di zaman kolonial, memenjarakan orang karena pikiran dan tulisannya tak bisa dilakukan.
Akhirnya, keluar keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Soewardi Soerjaningrat dan dua temannya seperjuangannya, Tjipto Mangoenkoesoemo dan Douwes Dekker dihukum buang ke negeri Belanda. (bpc4)