BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Seperti diketahui, Sri Lanka putusnya untuk blokir minyak sawit atau CPO, lantaran mereka berencana akan mengembangan lahan baru untuk perkebunan sawit.
Namun, hal itu tidak memberikan pengaruh terhadap pergerakan harga CPO pada perdagangan kontrak berjangka di Bursa Malaysia Derivatif Exchange.
Pasalnya China memborong 150.000 ton minyak sawit refined, deodorised, bleached (RBD) pada Kamis, 8 April 2021, untuk pengiriman Juni-Juli mulai akhir Mei. Tindakan ini seketika memicu terjadinya volatilitas harga, begitu menurut manajer penjualan institusional dan broker di Phillip Futures di Kuala Kata Lumpur Marcello Cultrera.
Harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) diketahui melonjak lebih dari 1% pada perdagangan Jumat 9 April 2921. Tentu saja aksi yang dilakukan China menjadi prospek penguatan permintaan di tengah ketatnya suplai.
Harga kontrak berjangka minyak sawit mentah Malaysia pengiriman Juni di Bursa Malaysia Derivatif Exchange naik 1,4% dan kembali ke RM 3.800/ton. Pada 10.50 WIB harga CPO berada di RM 3.844/ton. “Volume tender yang besar untuk minyak sawit mentah juga mendorong kenaikan harga, tambahnya,” ungkapnya.
Trader tengah menunggu laporan pasokan dan permintaan kedelai bulanan Departemen Pertanian AS yang akan dirilis hari ini waktu setempat, dan laporan Dewan Minyak Sawit Malaysia akan dirilis hari Senin, dengan ekspektasi bahwa pasokan untuk kedua minyak nabati akan tetap terbatas.
Diketahui bahwa Sri Lanka sendiri mengimpor sekitar 200.000 ton minyak sawit setiap tahun, terutama dari Indonesia dan Malaysia. Jika dibandingkan dengan total ekspor kedua negara tersebut pangsa pasar Sri Lanka tergolong kecil sehingga tidak terlalu berdampak pada harga.
Mengacu pada data UN Comtrade ekspor minyak sawit dan turunannya baik yang diproses (refined) maupun tidak mencapai US$ 37 juta pada 2019. Di tahun yang sama Indonesia memasok sekitar 42% dari total impor Sri Lanka yang hanya US$ 87,2 juta.
Sementara total ekspor RI untuk komoditas dengan kode HS 1511 dua tahun silam mencapai US$ 14,7 miliar. Artinya pangsa ekspor Sri Lanka hanya 0,25%. Melihat angkanya jelas sangatlah kecil, meskipun sejauh ini tercatat bahwa Indonesia lebih banyak mengekspor komoditas ini ke India dan China. (bpc2)