Oleh: Melba Ferry Fadly
Mengapa bisnis ayam goreng itu menarik? Seberapa besar potensi keuntungannya? Bagaimana pangsa pasar di Pekanbaru? dan Apa kunci dari keberhasilannya? Mari kita belajar dari d’Inspira Chicken.
Bisnis ayam goreng tepung bumbu, seolah tak ada matinya di Pekanbaru. Meski ada banyak pemain baru, tingginya permintaan pasar, selalu menempatkan ayam goreng di segmennya sendiri.
Peluang inilah yang ditangkap oleh PT Inspira Rotte Mulya, dengan produk ayam gorengnya, d’Inspira Chicken.
Sadar atau tidak, ayam telah menjadi kombinasi yang tak dapat dipisahkan dari pangan pokok, seperti nasi dan kentang. Pada tahun 2014, Food and Agriculture Organization merilis data yang menunjukkan, bahwa daging ayam menjadi menu paling populer dan ayam merupakan unggas paling banyak diternakkan secara di dunia.
Data ini diperkuat yang mana dalam 3 tahun terakhir, produksi daging ayam ras di Riau mengalami peningkatan yang signifikan.
Pada tahun 2020, Badan Pusat Statistik mencatat produksi daging ayam ras mencapai lebih dari 93 ribu ton. Meskipun mengalami penurunan pada tahun 2021 menjadi 90 ribu ton, produksi daging ayam di Riau kembali mengalami peningkatan pada tahun 2022, dengan total produksi mencapai lebih dari 104 ribu ton.
Secara bisnis, meningkatnya produksi sejalan dengan tingginya permintaan masyarakat terhadap daging ayam, sehingga menjadikannya peluang bisnis yang menggiurkan.
Bertuahpos.com, disambut hangat oleh Direktur PT Inspira Rotte Mulia, Ikhsan Darmawan, pada 14 November 2023 lalu, saat kami mengunjungi outlet d’Inpsira Chicken, di Jalan Bukit Barisan Pekanbaru. Ikhsan bercerita banyak bagaimana usaha ini dibangun, dan bagaimana ayam akan selalu mendapat tempat di hati customer.
Pangsa Pasar yang Besar
Pangsa pasar ayam di Riau, khususnya di Kota Pekanbaru sangat besar. Hampir setiap bisnis kuliner, selalu menyediakan ayam sebagai salah satu menunya. “Faktanya, selalu ada peminatnya,” ujar Ikhsan membuka cerita.
“Iseng, saya pernah hitung, di Jalan Bukit Barisan ini saja, ada sekitar 25 tempat makan yang menjadikan ayam sebagai menu utamanya. Itu laku, dan peminatnya tinggi.”
“Jadi, kami menyisiplah di segmen ini,” ujarnya.
Sekitar setahun lebih berdiri, d’Inspira Chicken masih tergolong pemain baru di Pekanbaru namun hingga kini masih mampu bertahan. Menurut laporan keuangan penjualan, progres bisnisnya masih bagus.
Menurut Ikhsan, pertumbuhan bisnis ayam goreng tak lepas dari sebuah stigma umum di masyarakat, “Ayam itu enak dan simpel.” Terlebih ayam goreng, selalu tampil dengan visual yang menggugah selera.
Hampir setiap hari ayam telah menjadi menu yang selalu ada menemani nasi. “Kalau daging, paling sesekali kita makan,” ujarnya.
Ikhsan mengemukakan, secara umum tingkat konsumsi masyarakat perkapita, terhadap ayam di angka 4-5%. Ini adalah angka yang besar jika dibandingkan dengan jumlah 6 lebih juta penduduk Riau saat ini.
Ada Orientasi Sosial di Balik d’Inspira Chicken
Meski dikelola di bawah perusahaan tersendiri, d’Inspira Chicken dengan tagline: Rasanya di Hati, adalah unit usaha yang masih menjadi bagian dari PT Rotte Ragam Rasa—produsen roti merk Rotte.
Hadirnya d’Inspira bukan sebatas bicara bisnis dan keuntungan semata, tapi ada visi lain di balik itu. “Orientasi utama kita adalah sosial,” kata Ikhsan.
Brand d’Inspira hadir dengan harapan yang besar untuk bisa menginspirasi lebih banyak masyarakat dalam kehidupannya sehari-hari. Apapun itu.
Ada sebuah quote menarik terpanjang dengan ukuran besar, di salah satu bagian dinding di outlet ini. “Strategi Tanpa Eksekusi, sama dengan Halusinasi.” lebih kurang kalimatnya seperti itu.
“Kami ingin memberikan lebih banyak inspirasi kepada konsumen. Ruangan ini didesain dengan penuh quote. Ke depan masih akan dikonsep lebih eyekecing, namun tetap mempertahankan konsep dasarnya,” tambah Ikhsan.
Salah satu gerakan sosial yang beru saja dilakukan, d’Inspira Chicken menyiapkan 100 paket penjualan ayam goreng, yang mana seluruhnya didonasikan untuk membantu krisis kemanusiaan yang dialami oleh warga Palestina saat ini.
Aksi kemanusiaan ini berkolaborasi dengan Rotte Bakery dan sudah diakumulasikan pada tanggal 15 November 2023 lalu. Dalam kurun waktu 4 hari berselang, sekitar 80 paket Cinta Palestina yang disiapkan d’Inspira Chicken laku terjual, “Dan kami ada rencana untuk memperpanjang program promo ini,” katanya.
“Alhamdulillah respon masyarakat sangat bagus, dan semua hasil penjualan kami sumbangkan ke Palestina.”
Disiplin Quality Control
Jika Anda bertanya, apa yang membedakan produk ini dengan kebanyakan produk ayam goreng tepung di luar sana? Jawabannya adalah quality control yang ketat terhadap ayam yang mereka terima dari supplier.
Ikhsan menjelaskan, d’Inspira Chicken bekerja sama dengan salah satu rumah potong di Jalan Kartama, Pekanbaru untuk memenuhi bahan baku ayam.
Kerja sama ini terjalin dengan kesepakatan dan konsekuensi yang ketat. “Kami punya kriteria untuk daging ayam sesuai dengan standar yang kami tetapkan, dan mereka menyanggupi itu,” ujarnya.
Beberapa kriterianya, kata Ikhsan, daging ayam harus benar-benar fresh (segar). Ayam disembelih saat pagi, masing-masing berat potongan daging diseleksi, lalu diantar ke outlet, dilakukan pengecekan suhu, dan lain-lain. Jika tak sesuai, ayam akan dikembalikan ke penyuplai.
Kontrol yang paling ketat, kata dia, akan dilakukan pada tingkat suhu pada daging ayam. Ini menjadi bagian terpenting untuk memastikan daging itu benar-benar segar dan layak untuk dikonsumsi.
“Jika suhunya tidak sesuai standar, daging ayam akan membiru. Itu tandanya sudah ada kontaminasi bakteri di sana. Maka, akan kami kembalikan. Kami tak pernah pakai ayam frozen. “Itulah yang membuat produk kita berbeda.”
Sedangkan untuk hal lain yang berkaitan dengan dokumen jaminan kesehatan dan kehalalan, semuanya sudah dikantongi d’Inspira Chicken.
Dalam sehari, outlet ini mempu menjual 30-50 ekor atau sekitar 270 potong ayam goreng per hari kepada pelanggannya. Adapun permintaan tertinggi, pernah mencapai 70-80 ekor per hari dengan omzet mencapai Rp16 juta sehari.
Sistem Bagi Hasil
Saat ini, ada 12 mitra (karyawan) yang bekerja di d’Inspira Chicken. Rata-rata para pekerja adalah kaula muda, dan sudah berpengalaman di bidang masing-masing. Bahkan, beberapa dari mereka sudah pernah memegang jabatan penting di perusahaan yang menjual produk serupa.
Ikhsan menjelaskan, perusahaan tak pernah menganggap mereka sebagai karyawan, tapi mitra. Secara berkelanjutan mereka akan terus diberi insight tentang wirausaha bahkan didorong untuk mengembangan usahanya.
Perbedaan lainnya juga dapat dilihat dari gaji dengan sistem bagi hasil. Jumlah keuntungan akan dibagi sesuai dengan persentase, sehingga mereka berpeluang untuk dapat penghasilan besar jika penjualan lagi tinggi.
“Bahkan pendapatan mereka bisa lebih tinggi dari persentase yang disetor ke pusat. Ini adalah syariat Islam yang kami terapkan.
“Kami sudah ada rencana untuk ekspansi. Tapi mungkin di tahun depan,” tuturnya.***