BERTUAHPOS.COM — Siapapun, jangan pernah menyepelekan penyakit antraks. Terlebih setelah pemerintah mengumumkan tiga orang meninggal dunia karena penyakit ini setelah mereka menggali kuburan sapi dan memakan dagingnya di Gunung Kidul, Yogyakarta.
Lantas, bagaimana penyakit antraks menular? Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Kemenkes RI dr. Imran Pambudi mengatakan, antraks adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis.
Antraks umumnya menyerang hewan herbivora seperti sapi, kambing, domba. Celakanya, penyakit ini dapat dengan mudah menular ke manusia.
Bakteri penyebab antraks—apabila kontak dengan udara akan membentuk spora—yang sangat resisten terhadap kondisi lingkungan dan bahan kimia tertentu. Spora ini dapat bertahan sampai lebih dari 40 tahun di tanah.
Dia menjelaskan, spora Antraks dapat menular ke hewan ternak dan manusia bisa terinfeksi jika mengkonsumsi hewan ternak tersebut, dan juga dapat langsung masuk ke tubuh manusia lewat luka pada tubuh.
Upaya Pencegahan Antraks
Untuk mencegah penularan, ada sejumlah gejala antraks pada hewan ternak yang perlu diwaspadai.
Direktur Kesehatan Hewan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian drh. Nuryani Zainuddin mengatakan, gejala klinis antraks pada hewan berupa demam tinggi pada awal infeksi, gelisah, kesulitan bernapas, kejang, rebah, dan berujung kematian.
Gejala lain yang biasa terjadi seperti pendarahan di lubang hidung dan mulut hewan. Tidak jarang hewan ternak mengalami kematian mendadak tanpa menunjukkan gejala klinis.
”Hewan yang mati akibat penyakit ini perlu dibakar atau dikubur untuk mencegah penularan. Tidak boleh dibedah atau disembelih,” ucapnya.
Penyakit antraks merupakan penyakit yang tidak dapat dibebaskan, tapi hanya dapat dikendalikan karena dia membentuk spora di tanah dan di lingkungan.
Ada beberapa pencegahan yang dapat dilakukan terhadap hewan ternak, yaitu melalui vaksinasi, melakukan kontrol lalu lintas hewan ternak, dan tindakan disposal pada hewan terinfeksi.
”Kami menyediakan 110 ribu dosis vaksin untuk buffer stock pusat. Wabah penyakit hewan seperti yang terjadi di Gunung Kidul yang sebenarnya sudah ada alokasi vaksin sebelumnya, tetapi karena ada wabah maka perlu perluasan vaksinasi untuk daerah-daerah yang masih bebas,” ungkap drh. Nuryani.***