BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperingatkan cara berpikir politikus PDIP Arteria Dahlan ihwal aparat penegak hukum—polisi, jaksa, dan hakim—tak layak di OTT. Menurut Kepala Bagian Perencanaan dan Produk Hukum KPK, Rasamala Aritonang, logika berpikir Arteria itu perlu diperbaiki.
“Logika pikir dan kemampuan menyampaikan gagasan semacam ini perlu diperbaiki,” ujar Rasamala dalam cuitannya dikutip dari akun Twitter @RasamalaArt, dikutip Sabtu, 20 November 2021.
Dia menambahkan, sebagai seorang wakil rakyat Arteria Dahlan harusnya lebih banyak memotivasi penegak hukum untuk memperbaiki penegakan hukum di Indonesia, agar konsisten memperbaikinya distrust masyarakat terhadap aparat penegak hukum. Bukan sebaliknya malah mendekonstruksi aturan yang dibuatnya sendiri.
“Makanya jadi penting untuk mengkritisi dan mendorong perubahan pada Parpol (Partai Politik),” paparnya. “Karena wakil rakyat yang seperti ini lahir dari Parpol, supaya mereka yang mewakili rakyat punya kualitas yang lebih baik, lebih cerdas, dan lebih manfaat untuk rakyat, supaya negara kita bisa lebih maju,” sambungnya.
Dia menjelaskan, UU Tipikor pada Pasal 12 huruf b mengatur pegawai negeri dan penyelenggara negara (PN) yang menerima suap harus ditangkap dan dipenjara sampai dengan 20 tahun. “Polisi dan jaksa adalah PN. Pasal12 huruf c hakim yang menerima suap juga dipidana yang sama. Itu UU yang bikin tuan-tuan di DPR, terus ini anggota dewan bilang jangan ditangkap, sekolah di mana kawan ini?” tandasnya.
Sebelumnya, Arteria mengaku tidak setuju jika jaksa, polisi, dan hakim dijerat OTT. Menurutnya, untuk menjerat aparat penegak hukum harus dilakukan dengan cara yang lebih menantang, yaitu membangun konstruksi hukum agar lebih adil.
“Bahkan ke depan di Komisi III, kita juga sedang juga menginisiasi ‘Saya pribadi’ saya sangat meyakini yang namanya polisi, hakim, jaksa itu tidak boleh di-OTT, bukan karena kita prokoruptor, karena mereka adalah simbol-simbol negara di bidang penegakan hukum,” ujarnya, Kamis, 18 November 2021.
“Nah, bisa dibedakan, tafsirnya jangan ditafsirkan kita beda, kita mendukung atau apa ya, kita ingin sampaikan banyak sekali instrumen penegakan hukum di samping OTT, bangun dong, bangunan hukum dan konstruksi perkaranya sehingga fairness-nya lebih kelihatan,” ungkapnya.
Dia menambahkan, jika aparat penegak hukum di-OTT, isu yang terlihat adalah kriminalisasi. Justru dengan menggunakan instrumen hukum lainnya dapat menantang penegak hukum lain untuk membuktikan perkara yang diduga dilanggar.
“Kalau kita OTT nanti isunya adalah kriminalisasi, isunya adalah politisasi, padahal kita punya sumber daya polisi jaksa, hakim, penegak hukum yang hebat-hebat, masa iya sih modalnya hanya OTT, tidak dengan melakukan bangunan konstruksi hukum yang lebih bisa di jadikan di-challenge oleh semua pihak, sehingga fairness-nya lebih terlihat,” katanya. (bpc2)