BERTUAHPOS.COM – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum ( Jampidum) Dr Fadil Zumhana menyetujui tujuh perkara dilakukan Restoratif Justice.
Hal ini disampaikan Kapuspenkum Kejagung RI Dr Ketut Sumedana, Senin 12 Februari 2024. Dikatakan Ketut, alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan diantaranya telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf, tersangka belum pernah dihukum, tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, dan ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.
Adapun tujuh perkara yang dilakukan Restoratif Justice yaitu,
Kesatu, tersangka Darma Kurniyawan dari Kejari Buleleng, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
Kedua, tersangka Djisman alias Jisi dari Kejari Palu, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Ketiga, tersangka Burawan alias Mas Gun dari Cabjari Poso di Tentena, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan
Keempat, tersangka Rijal Ahdan S. Masantu dari Kejari Donggala, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian jo. Pasal 53 Ayat (1) KUHP.
Kelima, tersangka Fajar Pratama bin Taufik dari Kejari Kuningan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Keenam, tersangka Yosep Purniawan als Muhammad Yosep dari Kejari Bogor, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
Ketujuh, Tersangka Bambang Eka Setiawan bin Amsori dari Kejaksaan Negeri Majalengka, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
“Selanjutnya, Jampidum memerintahkan kepada Kajari dan Kajari untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” tutup Kapuspenkum.***