BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Rasa keberatan pemerintah daerah tentang Peraturan Menteri Keuangan (PMK), sepertinya sudah tidak bisa dibicarakan lagi. Upaya pemerintah meminta toleransi agar peraturan yang diperlakukan ditahun 2016 itu tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan.
Menurut Kepala Bank Indonesia (BI) Kantor Pewakilan Riau, Ismet Inono, diberlakukannya Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) ke dalam surat berharga nasional, tidak lain karena kesalahan pemerintah daerah sendiri. “Menurut saya itu hukuman bagi Riau,” katanya, Selasa (22/03/2016).
Dia menambahkan, dikonversikannya DAU dan DBH ke surat berharga negara akibat ketidakdisiplinan Pemerintah Daerah dalam mengelola anggaran.
( baca:Kebijakan PMK Tentang SBN, Pasar Obligasi Jadi Menarik)
Terutama melihat pengalaman realisasi anggaran Riau tahun 2015. Penyerahan dan pencairannya di bawah target nasional. Riau masuk dalam 5 daerah di Indonesia dengan realisasi anggaran yang sangat rendah.
Ismet menambahkan, secara umum dia juga meyakini bahwa realisasi anggaran Riau yang rendah ada beberapa faktor penyebab.
Namun demikian Pemerintah Pusat tidak bisa menjeneralisasi alasan itu untuk diberlakukan ke daerah lain. Sebab buktinya daerah lain di Indonesia tetap bisa melakukan realisasi anggaran.
“Kami juga yakin, lambatnya realisasi itu memang ada penyebabnya, salah satunya mungkin karena asap. Tapi itu tetap tidak bisa dijadikan alasan,” sambungnya.
Menurut Ismet, sistem konversi anggaran daerah sesuai PMK 235 tahun 2015 itu bertujuan supaya daya serap anggaran Pemerintah Riau tinggi.
( Baca Juga:Soal SBN, Keuangan Riau Akan Miris)
Diberlakukannya peraturan tersebut adalah salah satu bentuk sanksi yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah Riau. Supaya realisasi anggaran daerah bisa berjalan tertib.
Intinya, kata Ismet apa yang perlukan oleh masyarakat lewat anggaran pendapatan belanja daerah atau APBD harus segera direalisasikan untuk kepentingan masyarakat.
Sementara itu, khusus untuk pemerintah daerah diharapkan segera memilih bank sebagai sarana untuk menggelontorkan surat berharga itu. Setelah surat berharga negara tersebut masuk ke perbankan, agar bisa dicairkan sesuai jadwal yang sudah ditetapkan.
“Saya rasa tidak ada yang perlu dikhawatirkan, surat itukan masih bisa diuangkan. Semuanya sudah dihitung dan direncanakan oleh Pemerintah Pusat,” sambungnya.
Dari surat berharga negara itu, tetap bisa dihitung bagaimana dan berapa anggaran tersebut. Khusus di BI memang tidak dikenakan ke dalam kasus pencairan SBN ini.
“Kami minta pemerintah juga harus persiapkan dari sekarang, perbankan mana yang akan dipakai. Saya yakin dengan kebijakan ini kita bisa lihat efeknya, daerah akan berlomba untuk mengejar realisasi anggaran,” kata Ismet.
Bahkan dipresiksi pada April nanti sudah bisa terlihat bagaimana realisasi anggaran pemerintah itu bisa berjalan. Menurut dia, semakin cepat bisa dilakukan realisasi maka semakin sedikit surat berharga yang akan diajukan. “Tapi tetap, melakukan realisasi harus sesuai dengan aturan yang berlaku,” sambungnya.
Penulis: Melba