BERTUAHPOS.COM, TEMBILAHAN – Bupati kelapa. Itulah sebutan bagi Bupati Indragiri Hilir (Inhil), Provinsi Riau, Muhammad Wardan. Mantan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Riau ini pun mengaku tidak malu jika masyarakat memberinya gelar sebagai bupati kelapa karena keterlibatan maksimalnya terhadap perkebunan kelapa di daerah itu.
“Saya tidak malu bila dipanggil masyarakat dengan sebutan bupati kelapa. Sebutan itu justru membuat saya bangga,” kata lulusan Pascasarjana Manajemen Pembangunan Daerah IPB Bogor itu, dalam suatu kesempatan.
Sebab, perkebunan kelapa pada daerah yang dipimpinnya merupakan terluas untuk ukuran kabupaten se-Indonesia, mencapai 429.110 hektare. Terdiri atas kebun kelapa dalam seluas 391.745 hektare (65,92 persen) dan kelapa hibrida seluas 37.365 hektare (6,28 persen).
Wardan tidak asal sebut daerah itu memiliki kebun kelapa terluas karena
berdasar pada data Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2012 menyebutkan Indragiri Hilir memiliki 11,46 persen dari total luas 3.742.921 hektare perkebunan kelapa rakyat secara nasional.
Bahkan, tak kurang Indragiri Hilir telah mampu menghasilkan kelapa
sebanyak 8 juta – 9 juta butir per hari yang diserap pasar lokal hingga ke negeri jiran Malaysia.
Dia memaparkan dalam satu hari kelapa yang dibeli lima perusahaan di kabupaten tersebut berjumlah sekitar 6 juta—7 juta butir per hari, sedangkan kelapa yang dijual pedagang pengumpul atau masyarakat setempat ke Malaysia mencapai 1 juta – 2 juta butir per hari.
Hampir semua bagian dari buah kelapa diolah menjadi minyak kelapa, santan kelapa, air kelapa dalam kemasan, tepung kelapa, karbon aktif tempurung kelapa, serat sabut kelapa, dan pelet bungkil kelapa.
Bupati Inhil tersebut benar-benar sadar kalau potensi kelapa yang menjadi mata pencaharian bagi sekitar 80 persen penduduk di daerah tersebut harus terus dikembangkan atau dilestarikan.
“Saya harus berpikir keras dengan kondisi rusaknya kebun kelapa milik
penduduk yang mencapai 100 ribu hektare karena warga setempat tidak memiliki dana cukup untuk mencegah bencana seperti instrusi air laut, lalu buah kelapa tidak berproduksi lagi dan lain-lain. Inilah yang kami ingin kembalikan,” ujarnya.
Anak suku Melayu Inhil itu juga mempersiapkan diri untuk membangun kampung halaman yang wilayah geografisnya merupakan lahan gambut atau dataran rendah dengan seluas 10.740,16 kilometer persegi atau 92,54%.
Sedangkan daerah dengan dataran tinggi hanya seluas 865,81 kilometer
persegi atau 7,46% terdiri dari 20 kecamatan, 39 kelurahan, dan 197 desa dengan total jumlah penduduk tahun 2013 berjumlah 697.814 jiwa dan sebagian besar hidup bertani kelapa dalam.
Meski sudah malang-melintang pada sejumlah jabatan di Pemerintahan
Provinsi Riau, seperti Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Provinsi Riau dan Kadis Pendidikan Provinsi Riau, Wardan diam-diam menyelami dan mendalami kiat berkiprah pada dunia politik.
Kini dia harus benar-benar berpikir keras bagaimana potensi kelapa di Inhil tetap berkembang dan menjadi andalan komoditas unggulan daerah tersebut. “Saya benar-benar merangkul pemerintah provinsi dan sejumlah perusahaan kelapa di Inhil untuk ikut berpartisipasi,” katanya. (Advertorial/ezy)
“Saya tidak malu bila dipanggil masyarakat dengan sebutan bupati kelapa. Sebutan itu justru membuat saya bangga,” kata lulusan Pascasarjana Manajemen Pembangunan Daerah IPB Bogor itu, dalam suatu kesempatan.
Sebab, perkebunan kelapa pada daerah yang dipimpinnya merupakan terluas untuk ukuran kabupaten se-Indonesia, mencapai 429.110 hektare. Terdiri atas kebun kelapa dalam seluas 391.745 hektare (65,92 persen) dan kelapa hibrida seluas 37.365 hektare (6,28 persen).
Wardan tidak asal sebut daerah itu memiliki kebun kelapa terluas karena
berdasar pada data Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2012 menyebutkan Indragiri Hilir memiliki 11,46 persen dari total luas 3.742.921 hektare perkebunan kelapa rakyat secara nasional.
Bahkan, tak kurang Indragiri Hilir telah mampu menghasilkan kelapa
sebanyak 8 juta – 9 juta butir per hari yang diserap pasar lokal hingga ke negeri jiran Malaysia.
Dia memaparkan dalam satu hari kelapa yang dibeli lima perusahaan di kabupaten tersebut berjumlah sekitar 6 juta—7 juta butir per hari, sedangkan kelapa yang dijual pedagang pengumpul atau masyarakat setempat ke Malaysia mencapai 1 juta – 2 juta butir per hari.
Hampir semua bagian dari buah kelapa diolah menjadi minyak kelapa, santan kelapa, air kelapa dalam kemasan, tepung kelapa, karbon aktif tempurung kelapa, serat sabut kelapa, dan pelet bungkil kelapa.
Bupati Inhil tersebut benar-benar sadar kalau potensi kelapa yang menjadi mata pencaharian bagi sekitar 80 persen penduduk di daerah tersebut harus terus dikembangkan atau dilestarikan.
“Saya harus berpikir keras dengan kondisi rusaknya kebun kelapa milik
penduduk yang mencapai 100 ribu hektare karena warga setempat tidak memiliki dana cukup untuk mencegah bencana seperti instrusi air laut, lalu buah kelapa tidak berproduksi lagi dan lain-lain. Inilah yang kami ingin kembalikan,” ujarnya.
Anak suku Melayu Inhil itu juga mempersiapkan diri untuk membangun kampung halaman yang wilayah geografisnya merupakan lahan gambut atau dataran rendah dengan seluas 10.740,16 kilometer persegi atau 92,54%.
Sedangkan daerah dengan dataran tinggi hanya seluas 865,81 kilometer
persegi atau 7,46% terdiri dari 20 kecamatan, 39 kelurahan, dan 197 desa dengan total jumlah penduduk tahun 2013 berjumlah 697.814 jiwa dan sebagian besar hidup bertani kelapa dalam.
Meski sudah malang-melintang pada sejumlah jabatan di Pemerintahan
Provinsi Riau, seperti Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Provinsi Riau dan Kadis Pendidikan Provinsi Riau, Wardan diam-diam menyelami dan mendalami kiat berkiprah pada dunia politik.
Kini dia harus benar-benar berpikir keras bagaimana potensi kelapa di Inhil tetap berkembang dan menjadi andalan komoditas unggulan daerah tersebut. “Saya benar-benar merangkul pemerintah provinsi dan sejumlah perusahaan kelapa di Inhil untuk ikut berpartisipasi,” katanya. (Advertorial/ezy)