BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Tarmizi, seorang pengurus Mesjid Shiratul Huda di Dusun Pisang, Kecamatan Gaung, Kabupaten Inhil mengakui bahwa hampir setiap tahun, saat salat Idul Fitri khutbah yang dibajakan khatib selalu mengharukan, dan tak jarang membuat para jamaah menitikkan air mata.
Saat khatib naik ke mimbar pada salat Idul Fitri di Dusun itu, Samsuri membawakan kisah tentang seorang janda dan anaknya yang miskin. Kisah yang dibawakannya dalam khusbah salat Id itu menimbulkan suasana sahdu dalam hening jamaan yang mendengarkan isi dari khutbah itu.
Samsuri mendapat tugas menjadi khustbah pada solah Idul Fitri di Mesjid Shiratul Huta tahun ini. Dia tidak membacakan konsep khustbah yang biasa disusun oleh Pemerintah Kabupaten Kota Inhil. Tapi dia menulis sendiri rangkaian kalimat dalam cerita yang dibawakannya dalam khutbah itu.
“Jika kita mau mendalami arti takbir yang kita kumandangkan, makan akan dapat menimbulkan suasana syahdu, terutama dalam kehidupan berkeluarga antara anak dan orang tuanya. Antara suami dan istri, antara kerabat lainnya. Maka sepantasnyalah si anak duduk di hadapan orang tuanya sambil memeluk dan merangkul,” katanya.
Dalam diksahnya, Samsuri bercerita disuasana berbahagia ini justru masih banyak orang yang tidak bisa menikmati indahnya lebaran. Terutama kepada orang miskin yang serba tidak punya. Mereka hanya bisa merayakan lebaran seadanya.
Sehingga masih ada diantara mereka, mengisi suasana lebaran ini dengan termenung mengenangkan nasib dirinya, menganang suami yang telah tiada. Si janda hanya bisa berkata kepada anaknya.
“Pada hari lebaran ini ibu tidak dapat membelikan baju baru. Kamu pakai baju sekolah saja ya, nak.”
Mendengar ucapan sang ibu, si anak pun berkata. “Kenapa begitu ibu?”
“Biarlah kita tidak berbaju baru asalkan bisa makan.”
“Baiklah kalau begitu,” jawab anaknya dengan polos. Mendengar ucapan anaknya yang masih kecil. Sang ibu punya masuk kekamar dan berderaian air mata yang mendadak keluar.
Sia anak tanpa mengerti suatu sebab apapun menemui sang ibu ke kamar. Ditemukannya si ibu sedang telungkup menggigil. Diapun bertanya mengapa sang ibu menangis sejadi-jadinya. Lansat sang ibu bangun dan memeluk anaknya. “Begini benarkah nasib kita,” ujar sang ibu sambil mengutarakan ucapan agar anaknya sabar menjalani hidup.
Penggalan cerita inipun membuah hampir seluruh jamaah menunduk. Perlahan terdengar isak tangis dari setiap sudut. Samsuri tidak hanya berhenti pada cerita seorang janda dan anaknya itu. Dia kembali mengisahkan tentang nasib anak yatim piatu yang sudah ditingkalkan ayah dan ibunya. Ketika sang adiknya yang masih kecil berkata kepada kakaknya. Di mana ayah dan di mana ibu.
Sang kakak tidak menjawab. Dia hanya menyuruh adik-adiknya tidur dalam ayunan. “Sudah nasib kita begidi, tidurlah,” ujar sang kakak sambil menyeka air mata adiknya yang menetes.
Sang adik terpejam terlelap sebentar dan terbagun lagi. Ditemukannya sang kakak sedang meratap dibalik ayunan adiknya.
“Kenapa sekarang kakak yang menangis?”
Kakaknya lantas memeluk adiknya. Sambil menangis dia berkata kepada adiknya. “Kalaulah orang tua kita masih hidup. Tentu nasib kita tidak seperti ini.
Inilah anjuran mengapa kaum muslimin dianjurkan mengeluarkan zakat fitrah. Agar saudara-saudara miskin muslim lainnya bisa turut berbahagia dalam kondisi lebaran Idul Fitri.
“Aduhai sampai hati kiranya orang-orang kaya itu membiarkan saudara-saudaranya bersedih hati di hari Fitri. Dalam situasi duka nestapa, berlinang air mata. Padahal di rumahnya masih banyak sisa makanan yang terbuang percuma,” katanya.
Seorang pria tua berumur 50 tahunan terlihat mengelap linangan air matanya di pipi kanan dan kirinya. Sementara jemaah lain juga terlihat masih tertunduk dan mengisak tangis.Acara salat Id ini berlangsung sekitar pukul 08.00 WIB dan berakhir pada pukul 09.00 WIB. (Melba)