BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Sejak abad ke 16 hingga Indonesia merdeka, Maluku selalu dikuasai barat demi monopoli rempah.
Portugis dan kemudian VOC hingga pemerintahan kolonial Belanda menguasai Maluku demi komoditas yang melambangkan kekayaan dan kemakmuran ini.
Guru Besar Sejarah Universitas Andalas, Profesor Gusti Asnan mengatakan, secara tidak sadar, rempah seolah diidentikkan dengan kenestapaan oleh rakyat Maluku. Rempah menjadi pengingat penderitaan di masa lalu.
Alasan yang sama jugalah hingga kini tidak ada museum rempah di Maluku. Padahal, dua dari lima rempah utama berasal dari Maluku, yakni cengkeh dan buah pala.
“Mengapa sampai kini tidak ada museum rempah? Karena hanya akan mengingatkan dengan kenestapaan,” ujar Gusti Asnan.
Gusti Asnan meyakini bahwa kejayaan rempah harus dibangkitkan kembali di Indonesia. Indonesia, kata dia, tidak boleh hanya terpaku pada kisah-kisah tragis perlakuan bangsa kolonialis yang tertulis dalam sejarah rempah.
Indonesia kini harus bisa membangkitkan kejayaan rempah lewat kajian tradisi Nusantara soal rempah. Atau bisa juga dengan menonjolkan kuliner nusantara yang kaya rempah.
“Misalnya tulisan tentang kajian tradisi perkawinan di masa lalu, dimana seseorang baru boleh kawin kalau sudah memiliki lada,” kata Gusti Asnan.
“Bisa juga dengan mendirikan museum, yang menampilkan rempah dari sisi lain, seperti jenis-jenis rempah. Bisa juga membuat wisata rempah,” tambah dia.
Dengan pengkajian dan penulisan baru tentang rempah, maka pesan yang disampaikan kepada masyarakat juga mudah diterima.
Dengan demikian, pada akhirnya, masyarakat tak lagi berpikir hitam putih, bahwa rempah berarti nestapa dan penderitaan. (bpc2)