BERTUAHPOS.COM — Pemerintah kembali menggaungkan rencana moratorium ekspor gas pada 2035. Moratorium itu untuk mendahulukan kepentingan domestik.
Kebijakan ini muncul dalam revisi Peraturan Pemerintah No. 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN). Tujuannya optimalisasi penggunaan gas bumi ramah karbon. Sekaligus memenuhi kebutuhan dalam negeri yang terus meningkat.
Tapi, infrastruktur distribusi gas masih minim. Hal ini menjadi tantangan besar. Saat ini, proyek seperti pipa transmisi gas bumi Cirebon-Semarang (Cisem) Tahap I dan II menjadi prioritas untuk memastikan distribusi gas domestik berjalan optimal.
Selain itu, pemerintah juga mendorong transisi energi oleh perusahaan pelat merah seperti PLN, yang berencana mengganti PLTD di 170 titik menjadi pembangkit berbasis gas dan Energi Baru Terbarukan (EBT).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menjelaskan mengapa kebijakan ini penting. Menurutnya, gas bumi dari blok-blok garapan kontraktor harus diprioritaskan untuk kebutuhan domestik. Sementara ekspor akan dilakukan jika pasokan dalam negeri sudah mencukupi.
“Saya sudah sampaikan kepada Presiden, dalam perencanaan kami ke depan seluruh konsesi gas yang ada di Indonesia akan diprioritaskan untuk kebutuhan dalam negeri,” ujar Bahlil, seperti dilansir dari Bisnis.com, Selasa, 21 Januari 2025.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, kebutuhan gas domestik diprediksi melonjak dari 1.741 BBtud pada 2025 menjadi 2.695 BBtud pada 2034, dengan sektor pembangkit menjadi konsumen utama.
Namun, kebijakan ini memicu kekhawatiran di kalangan pelaku usaha. Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas), Moshe Rizal, menilai bahwa pasar gas domestik yang belum matang berpotensi memengaruhi aliran investasi.
“Pengalihan penuh ke pasar domestik cukup rawan karena harga gas di Indonesia sangat dipengaruhi oleh keekonomian lapangan dan biaya produksi yang tinggi,” jelas Moshe.***